REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Walaupun Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sudah resmi menutup wilayah lokalisasi Bangunsari dari prostitusi, serta pemulangan terakhir para 'wanita harapan', panggilan untuk mantan Pekerja Seks Komersial (PSK). Kenyataannya, geliat prostitusi di wilayah lokalisasi Bangunsari masih ada.
Berdasarkan dari dari Kelompok Kerja (Pokja) Penanganan HIV/ AIDS bagi PSK Bangunsari mengungkapkan, walaupun lokalisasi telah resmi ditutup, masih ada 30 sekitar-an PSK yang menjalankan praktik prostitusi di Bangunsari.
"Kami memiliki data yang tidak sama dengan milik Pemkot, jadi kalau Pemkot mengklaim semua sudah dipulangkan. Itu tidak benar," ungkap Ketua Pokja Penanganan HIV/AIDS bagi PSK Bangunsari, Asih kepada Republika, Kamis (31/1).
Ia mengungkapkan, Pemkot memiliki data yang diambil dari tingkatan di masyarakat, pendataan dilakukan RT ke RW. Kemudian dilanjutkan ke Lurah, Kecamatan kemudian ke Pemkot.
Asih melihat data seperti ini, banyak kekurangannya. Karena sejak dari RT, tidak semua mucikari jujur mengungkapkan berapa jumlah PSK yang mereka miliki. Hal itu juga banyak menjadi temuan Pokja HIV/ AIDS di lokasi wisma.
Ia menuturkan, pihaknya memiliki kelebihan pendekatan ke para mucikari dan PSK, karena pengecekan kesehatan seksual merupakan kebutuhan bagi mereka. Untuk itu, ungkap dia, kadang pihaknya turun, sekaligus meng-kroscek data.
Kemudian ditemui data tidak sama, di mucikari hanya memiliki lima PSK, tetapi setelah pihaknya melakukan pendekatan persuasif, kenyataannya mereka memiliki 10 PSK. "Ada yang tidak sama antara data yang dimiliki Pemkot dan kenyataan di lapangan," bebernya.
Asih mencontohkan data dari Pemkot, total PSK di Bangun sari jelang penutupan terakhir Desember lalu 153 PSK. Pada pemulangan PSK gelombang terakhir Rabu (30/1) kemarin, telah dipulangkan 145 PSK. Dengan delapan PSK tidak terlacak keberadaannya. Padahal, kalau data yang dimiliki Pokja HIV/ AIDS Bangunsari, PSK yang terdata berjumlah 193.
Dari perbedaan data Pokja yang 193 PSK dan data dari Pemkot yang 153 itu, memiliki perbedaan data 30 PSK. Dan 30 PSK itu, terang dia, sampai saat ini masih berada di Bangunsari, termasuk sebanyak delapan yang dianggap tak terlacak itu.
"Kami sudah beberapa kali memberikan masukan data, tetapi karena bukan dari prosedur RT, data kami tidak dianggap," jelasnya.
Hal yang sama ketika Republika sempat bertemu dengan seorang narasumber pria paruh baya, warga Bangunsari yang enggan disebutkan namanya. Ia mengatakan, untuk wilayah Bangunsari, memang untuk gang 1 sudah bersih dari PSK.
Akan tetapi di gang Rembang masih bisa dijumpai wisma tertutup berkedok tempat hiburan dan karaoke. Sebuah penginapan di gang Rembang, Dupak Bangunsari No. 4 bernama Srikandi, menjadi lokasi tertutup bagi orang luar, kecuali pelanggan yang sudah mengonfirmasi. Narasumber Republika menduga, lokasi ini memiliki bekingan kuat dari aparat.
"Kayaknya bekingannya kuat, karena setiap penggerebekan dan pemantauan selalu lolos dari pengawasan," ungkapnya kepada Republika.
Ia pun mengungkapkan, penginapan ini bila siang hari berkedok toko kelontong dan berpura-pura berjualan. Dan apabila siang jelang malam, selalu banyak pengunjung baik dari kalangan pelajar hingga pekerja.
Mereka, jelas dia, langsung memasukan kendaraan ke dalam penginapan berpagar tinggi itu, sehingga tidak ketahuan dari luar. "Sampai saat ini, itu tetap berjalan walau wilayah ini sudah bukan wilayah prostitusi," pungkasnya.