REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan pemakzulan Bupati Garut Aceng Fikri menyisakan tanda tanya bagi kuasa hukum yang bersangkutan. Pengacara Aceng, Egi Sujana mengatakan putusan pemakzulan tersebut membuat Aceng ada dalam posisi yang tidak menerima keadilan.
Menurutnya, bagaimana bisa seseorang yang menikah secara sah lewat jalur agama mendapat perlakuan buruk, lebih dari koruptor.
Dia mengatakan, Aceng secara sah diakui agama dalam pernikahannya dengan seorang gadis bernama Fanni Oktora. Poligami yang Aceng lakukan pun telah mendapat restu dari istri pertama. Sehingga pemakzulan yang diputuskan dengan berlatar alasan etika sangat tidak tepat disematkan pada kliennya.
"Pihak eksekutif dan yudikatif sangat diskriminatif. Mendagri dan presiden pun seakan memojokkan Aceng. Masa koruptor bebas berkeliaran tapi klien saya disuruh mundur ?" kata dia saat dihubungi Republika, di Jakarta, Jumat (25/1).
Dia pun melebarkan pendapatnya tentang putusan pemakzulan ini. Menurut Egi, apa yang menimpa kepada Aceng justru akan menjadi contoh kurang baik bagi masyarakat umum.
Ia berujar, nikah siri yang dilakukan Aceng seolah menjadi praktik salah yang dapat dikenai hukuman bagi pelakunya. Sehingga dalam pandangan dia, tak menutup kemungkinan orang-orang akan memilih lebih mendatangi tempat pelacuran daripada ke penghulu untuk menikah secara sah menurut agama.
"Di kemudian hari praktik pelacuran akan meningkat karena orang takut melakukan nikah siri. Buktinya klien saya, nikah siri saja tidak diperbolehkan dan malah dimakzulkan," kata dia menegaskan.