REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO--Komisioner Komisi Yudisial Ibrahim mengatakan keterlambatan memperoleh putusan pengadilan merupakan suatu bentuk ketidakadilan.
Hal ini diungkapkan Ibrahim dalam Diskusi Publik dengan tema: "Mendorong Ketrbukaan Pengambilan Putusan di Mahkamah Agung di Purwokerto, Rabu malam.
"Justice delay unjustice," kata Ibrahim, saat menjadi pembicara bersama Hakim agung Supandi dan pakar hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Sudjito.
Namun, lanjut Ibrahim, tidak hanya masalah kecepatan saja tetapi juga harus diperhatikan kualitas putusan tersebut. "Wibawa hakim tercermin pada putusannya," kata komisioner bidang hubungan antar lembaga KY ini.
Dia mengungkapkan bahwa putusan akan semakin membaik jika ada korelasi atau benang merah dari atas atau kedudukan hukum, pertimbangan hingga amar putusan.
Sementara Hakim Agung Supandi mengakui bahwa MA harus berubah dan lebih terbuka dalam menghadapi perkembangan jaman.
Menurut Supandi, keterbukaan ini tidak berarti semua orang untuk berbendong-bondong ke MA tetapi mudah memperoleh akses yang dibutuhkan bagi para pihak pencari keadilan.
Hakim agung dari kamar tata usaha negara (TUN) ini menyebut dengan kemajuan teknologi informasi saat ini dapat dipergunakan para pencari pengadilan untuk mengaksesnya.
Namun, katanya, perlu biaya besar dari negara untuk bisa mewujudkan guna mempercepat akses informasi putusan bagi para pihak pencari keadilan di lembaga peradilan.