REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan pejabat DKI lainnya bisa dipidana karena membiarkan sejumlah ruas jalan di ibukota rusak berat dan berlubang pascabanjir.
Indonesia Police Watch (IPW) menyebut jalanan yang rusak itu sudah memakan korban jiwa. Selama enam hari terakhir tiga orang tewas terjerembab di jalanan berlubang di Jakarta.
IPW mengingatkan Jokowi segera memperbaiki, mengantisipasi, dan memberi tanda pada jalan-jalan yang rusak. Jika tidak, Jokowi dan anak buahnya bisa terkena pidana dengan hukuman lima tahun penjara.
Menurut Pasal 273 ayat 1 sampai 3 UU LLAJ, pejabat penyelenggara jalan yang membiarkan jalan rusak hingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka atau mati terkena sanksi pidana. Jika korbannya mati, ancamannya lima tahun penjara dan jika luka berat ancamannya satu tahun penjara.
Bahkan jika pejabat bersangkutan tidak memberikan tanda pada jalan yang rusak dapat dipidana enam bulan penjara. Pejabat penyelenggara jalan yang dimaksud adalah Menteri Pekerjaan Umum (PU), Gubernur, Kanwil PU dan Kepala Dinas PU.
Dari pendataan IPW pada Selasa (22/1), kakak beradik Purwanto (30 tahun) dan Novita Sari (20) yang mengendarai motor, terjungkal setelah terperosok ke jalanan yang berlubang. Kemudian mereka dilindas bus Transjakarta di ruas jalan Mayjen Sutoyo, Cawang, Jakarta Timur.
Purwanto tewas seketika dan Novita luka berat. Sebelumnya, di kawasan yang sama, Kamis (17/1) pasangan suami istri, Taufik (39) dan Beti Harianti (22) yang mengendarai motor tewas dilindas truk, setelah sebelumnya terjungkal di jalanan yang berlubang. Dalam peristiwa ini sopir truk diperiksa polisi. Sementara pejabat penyelenggara jalan tak pernah diperiksa polisi.
"Berkaitan dengan itu IPW mendesak Polri agar berani menegakkan hukum, menegakkan UU LLAJ, dan berani memeriksa pejabat penyelenggara jalan. Selama ini belum pernah ada pejabat penyelenggara jalan yg dipidana karena jalan rusak," ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Rabu (23/1).
Ia juga menilai sudah saatnya keluarga korban menggugat pejabat penyelenggara jalan, jika ada keluarganya yang menjadi korban jalan rusak.