Selasa 15 Jan 2013 11:56 WIB

Mengenang Zakiah Daradjat: Berjuang tanpa Pamrih

Rep: Alwi Sahab/ Red: Heri Ruslan
 Prof Zakiah Daradjat
Foto: wordpress.com
Prof Zakiah Daradjat

REPUBLIKA.CO.ID,

Bila Prof Dr Zakiah Daradjat tahu benar tentang watak dan berbagai permasalahan yang dihadapi remaja sekarang ini, sebenarnya bukanlah hal yang aneh. Ini, karena selama 30 tahun, guru besar IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini hampir setiap hari menggeluti berbagai persoalan yang berkaitan dengan remaja.

Di ruang praktiknya di Jalan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan, psikolog kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 6 November 1928, setiap petang rata-rata menghabiskan waktu dua jam menerima pasiennya yang kebanyakan anak remaja, atau orangtua yang mempunyai masalah dengan anak-anaknya.

''Setiap hari, selama lima hari dalam sepekan, rata-rata saya menerima tiga hingga lima pasien,'' jelas doktor psikologi lulusan Universitas Ein Shams, Kairo, Mesir tahun 1964 kepada Republika. Masing-masing pasien, ia beri waktu sekitar 45 menit, untuk berkonsultasi mengenai pasalah psikologi.

Dalam praktek psikologinya itu, Zakiah mengaku tak memasang tarif. Ia dengan tekun mendengarkan keluhan para pasiennya itu, tanpa memandang apakah mereka dari golongan masyarakat mampu atau bukan. ''Seringkali saya tidak menerima bayaran apa-apa, karena memang tujuan saya untuk menolong sesama manusia,'' ucap guru besar bidang tarbiyah IAIN Jakarta ini.

''Bahkan kadang-kadang saya hanya menerima bayaran buah-buahan.'' Sarat dengan pengalaman praktik itu, yang menurutnya banyak yang tidak diperolehnya dalam teori selama 8 1/2 tahun mengikuti pendidikan di Kairo, Zakiah Daradjat sangat prihatin terhadap kenakalan remaja akhir-akhir ini. ''Tapi yang lebih memprihatinkan saya, adalah banyaknya orangtua yang kurang memperhatikan mereka. Bahkan secara tidak sadar banyak orang tua yang ikut memberikan andil dalam menjerumuskan anaknya itu,'' kata wanita yang memulai karirnya di Indonesia sebagai pegawai Biro Perguruan Tinggi Agama, Departemen Agama (1964-1967).

Menurutnya, kebanyakan anak nakal karena di rumah kurang mendapat kasih sayang orangtuanya. Karena itu, Zakiah yang juga pernah menjadi guru besar bidang pendidikan kesehatan Universitas Islam Jakarta itu, mengaku selalu mengelus dada bila mendengarkan orangtua yang selalu menyalahkan anak-anaknya yang nakal.

''Kita hanya tahunya mereka nakal. Tapi kita tidak mau tahu apa penyebabnya. Padahal para remaja yang kita anggap nakal dan tidak baik itu, mereka sebenarnya adalah orang-orang yang menderita,'' ujar Zakiah, yang selama di Mesir belajar ilmu pendidikan dengan spesialisasi psikoterapi, sampai meraih gelar doktor.

Zakiah, yang telah menulis 32 buku tentang remaja, pendidikan dan kesehatan mental itu, menilai bahwa terjadinya tawuran antarremaja, dan sejumlah kasus kejahatan yang mereka lakukan akhir-akhir ini, adalah akibat dari tidak mampunya mereka mengendalikan diri.

Dari segi psikologi, ini akibat pertumbuhan mereka yang cepat, sehingga ia terdorong mengikuti hal-hal yang dia lihat, sekalipun hal ini bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral. Dan kesalahan orangtua, karena mereka kurang memahami pertumbuhan dan proses kejiwaan para remaja. Bukan hanya itu, mereka bahkan kurang akrab. Padahal para remaja itu, sesungguhnya sangat membutuhkan orang yang mau dan mampu memahami keadaan dirinya.

Bagi Zakiah, kesibukan orangtua bukan menjadi alasan untuk tidak memperhatikan anak-anaknya. ''Boleh saja orang tua sibuk, tapi masa sampai tidak ada waktu sama sekali untuk memberikan perhatian kepada anak-anak. Kalau untuk pekerjaan kantor kita mempunyai waktu, masa untuk keluarga tidak ada,'' kata psikolog yang juga dikenal sebagai mubalighah itu. Ia menambahkan, dampak yang sangat fatal bagi para remaja yang kurang mendapatkan perhatian orang tuanya, mereka akan mudah terpancing pada perbuatan yang negatif, seperti melakukan hal-hal yang tercela, minum-minuman keras, bahkan sampai obat-obat terlarang.

Zakiah yang sampai kini aktif mengisi kuliah subuh di RRI, dan sejumlah radio swasta, menyayangkan sejumlah tayangan di TV maupun film, yang menurutnya telah ikut menjerumuskan para remaja. Apalagi iklan-iklan yang disodorkan TV swasta, yang bukan saja dari segi agama, tapi dari segi moral Pancasila pun bertentangan.

Sebelum membuka praktek di Indonesia, selama tiga setengah tahun Zakiah telah berpengalaman menangani para remana bermasalah di Mesir. Menurutnya, pengalamannya di Arab itu sangat berharga. ''Alhamdulillah, banyak anak yang semula bandel, setelah datang ke saya, kembali menjadi anak-anak yang baik. Dan demikian juga yang terjadi selama hampir 30 tahun saya membuka praktek di tanah air,'' kata Zakiah yang telah menterjemahkan 13 buku dari bahasa Arab.

Dengar Keluhan Anak

Orangtua, kata Zakiah yang juga sering ceramah di majelis-majelis taklim, hendaknya mau mendengarkan keluhan anaknya. Karena hal itulah yang sangat didambakan para remaja. Para orangtua sekarang ini, menurutnya, sangat jarang berdialog dengan anak-anaknya. ''Banyak orang tua belum apa-apa sudah menyemprot anaknya, tanpa mau mendengarkan keluhan mereka,'' jelas Zakiah.

Akibat dari banyaknya orangtua yang kurang perduli dengan anak-anaknya, anak-anak menjadi sumpek di rumah. Dan kesumpekan itu lalu merela lampiaskan dengan tawuran di jalan-jalan. ''Saya yakin bila para remaja itu mendapatkan 'saluran' di rumahnya, mereka tidak akan liar di jalan-jalan,'' jelasnya.

Menurut Zakiah, para remaja putra biasanya sangat mengidolakan ayahnya. ''Ia sangat mendambakan perhatian ayahnya. Tapi karena ayahnya sibuk, ia menjadi kecewa karena tidak mampu bercerita pada ayahnya,'' ujarnya. Kondisi yang lemah inilah yang mengakibatkan mereka mudah terpengaruh apa pun yang datang dari luar. Demikian pula para remaja puteri. Karena ibunya yang seharusnya menjadi idolanya sangat sibuk, maka perhatiannya beralih kepada orang lain, termasuk para pembantu rumah tangga.

Karena itu, ia menghimbau kepada para orangtua, agar minimal satu hari dalam seminggu ada waktu untuk santai bersama keluarga di rumah. ''Untuk menuju keluarga sakinah, di mana rumahku merupakan surgaku, hal ini harus ada dalam setiap keluarga,'' katanya.

Dia mencohkan Nabi Muhammad SAW, sekali pun mendapat tugas berat dari Allah SWT masih mempunyai waktu untuk bersantai-santai dengan keluarganya. ''Bahkan Nabi sering membelai-belai dan menggendong kedua cucunya, Hasan dan Husein,'' kata wanita yang ketika di SD, selalu mendapatkan nilai 9 untuk mata pelajaran berhitung.

Praktek psikologi yang dilakukan Zakiah memang lebih diutamakan pada pendekatan agama. ''Dengan memasukkan faktor agama, maka konsultasi tidak memakan banyak waktu. Sebab si pasien bisa melanjutkan sendiri,'' alasannya. Dan dia sendiri sangat menyesalkan bahwa sebagian besar remaja sekarang kurang mendapatkan pendidikan agama dan moral yang tepat.

''Padahal kalau ajaran agama bisa menyatu kepada pribadi para remaja, mereka condong mencari penyelesaian permasalahan yang mereka hadapi sesuai dengan ajaran agama,'' kata Zakiah.

sumber : harian republika, edisi Jumat, 22 April 1994
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement