REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai politisi senior, pernyataan yang terlontar dari Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI Perjuangan, Taufiq Kiemas kerap bersarat. Karena itu, apapun yang keluar dari mulut Ketua MPR ini tidak bisa dianggap sepele.
Mungkin, sepele mengaitkannya dengan hal yang sifatnya politis, karena memang dia seorang politikus, bahkan senior. Namun, akan menjadi berbeda kala, pria yang akrab disapa TK ini meminta para tokoh tua, yang ingin mencalonkan diri menjadi calon presiden (capres), untuk berpikir kembali.
Bukannya apa-apa, permintaan tersebut ia tujukan kepada semua tokoh, seperti Ketua Umum Aburizal Bakrie alias Ical dan Ketua Umum PMI Jusuf Kalla atau JK. Dan bahkan, kepada istrinya sendiri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Saya sarankan, bukan tidak setuju dengan Pak Ical. Bang Ical sebaiknya jadi 'king maker' saja. Ical bagus tapi sebaiknya jadi busur tidak jadi anak panah lagi. Ical sudah tua," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/4). "Ibu Megawati juga, baiknya jadi busur yang meluncurkan anak panahnya."
Ia menilai, Ical sudah memiliki pengalaman yang cukup banyak. Antara lain, menteri hingga tingkat menko. "Sudah semuanya. Apa yang belum? Tinggal bagaimana menjadikan adik-adiknya saja," papar politisi PDI Perjuangan tersebut.
Ia melihat, sebenarnya banyak kader-kader yang lebih muda dan pantas untuk maju sebagai calon presiden. Di Golkar misalnya, sebut, ada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham, Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso.
Begitu juga di partai lain seperti Partai Demokrat dan PDIP. "Tidak ada pertimbangan lain soal umur. Masih banyak anak muda yang bagus-bagus," kata dia. Namun demikian, dirinya tak bisa melarang Aburizal Bakrie, Megawati untuk maju sebagai calon presiden.
"Memang itu hak beliau masing-masing. Tapi sebagai sahabat, saya saran agar bagaimana anak muda bisa jadi capres. Pemimpin selalu hadir pada waktunya," kata Taufiq.
Mantan Wapres, Jusuf Kalla, menilai usia tidak menghalangi seseorang menjadi capres. Siapapun, meski sudah berusia lanjut, maka berhak untuk mencalonkan dirinya menjadi presiden.
"Dalam UU yang dibatasi adalah umur minimum 35 tahun, tanpa batas atas. Asal sehat rohani dan jasmani bisa memimpin bangsa yang besar ini," jelas JK kepada Republika, Senin (16/4).
Mungkin ini salah satu pertimbangan TK mengapa meminta para tokoh tua tersebut untuk menjadi busur dan tidak lagi anak panah. Sebagai contoh, TK mengaku tidak bangga dengan popularitas istrinya. Meski mengalami pertumbuhan, namun, tetap saja, bagi dia, popularitas yang dialami Mega terbilang lambat.
"Sebagai suami, saya tak bangga loh dengan ibu Mega 19 (persen). Karena dari 2004 range ibu Mega juga 14 ke 19 (persen), saya tak banga, sedih malah. Sebagai suami ya," ujarnya Kamis (19/4).
Jika dibandingkan dengan tokoh nasional lainnya, kata dia, persentase popularitas Mega sangat lambat. Dengan Prabowo Subianto misalnya. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu baru memegang partai selama tiga tahun, namun popularitasnya sudah mencapai 18 persen.
Begitu juga dengan Aburizal Bakrie (Ical) yang baru dua tahun menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan kini sudah meraih popularitas sebesar 17 persen. Bahkan, jika dibandingkan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terus digoyang setiap hari pun Megawati masih kalah. "SBY diganyang setiap hari selama delapan bulan, range-nya tetap 25 sampai 30 (persen)," ujarnya.
Selain itu, TK juga mengakui jika dirinya tidak siap jika istrinya resmi menjadi capres dan kalah untuk keempat kalinya dalam pemilihan presiden (Pilpres). Karena ia memprediksi, Mega bakal kalah lagi.
"Saya kadang-kadang sedih juga. Nanti istri saya kalah empat kali, sedih juga. Yang menyuruh senang-senang saja karena udah jadi anggota DPR," katanya Kamis (26/4).
Menurut Taufik, selama ini banyak yang tak memperhatikan bagaimana perasaan keluarga Megawati yang selama ini sudah tiga kali gagal menang dalam pencapresan. Jika ada yang merasakan, ia pun yakin kalau tak akan ikut mendorong Megawati maju untuk ke empat kalinya pada pemilu mendatang.
"Orang kadang-kadang lupa. Yang istrinya kalah tiga kali itu Pak Taufik. Orang tidak merasakan bagaimana jadi suami, istrinya kalah tiga kali. Orang tidak pernah merasakan Mbak Puan (Puan Maharani) ibunya kalah tiga kali," jelasnya.
Namun, terkait wacana mengusung tokoh muda menjadi capres, ia mengaku khawatir. Sebab, akan ada pihak yang marah karena membawa masalah ke dalam pencalonan presiden. "Padahal, harus regenerasi. Tak mungkin tak regenerasi."
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso mengatakan, regenerasi kepemimpinan nasional merupakan kehendak alam yang tak bisa dihindari. Karenanya, lebih baik dibiarkan berjalan secara alamiah. "Biarkan saja alamiah. Jangan dipaksakan tapi juga jangan dihadang," imbuhnya, Selasa (22/5).
Regenerasi merupakan salah satu amanah reformasi, yaitu menyiapkan alih generasi dengan cara yang alamiah. "Makanya saya tidak setuju dengan mereka yang ingin melakukan potong satu generasi karena perilaku senior. Saya tidak setuju," ujarnya.
Meskipun begitu, katanya, memang lebih baik untuk memberikan kesempatan kepada generasi senior untuk menuntaskan masa baktinya sekali lagi pada pemilu 2014 mendatang. Setelah itu atau pada pemilu 2014, baru Priyo memperkirakan generasi muda bisa sepenuhnya berperan dalam posisi kepemimpinan nasional. "Karena setelah itu (2014) mereka akan 'too old'," ujar Ketua DPP Partai Golkar tersebut.