Kamis 20 Dec 2012 16:24 WIB

ICMI Muda Tuding Parpol Hambat Tokoh Muda

Rep: Djoko Suceno/ Red: Djibril Muhammad
ICMI
ICMI

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dewan Pembina ICMU Muda Jabar, Agus Salide, menilai demokrasi prosedural yang terjadi di Indonesia harus diubah. Saat ini, kata dia, parpol menjadi lembaga yang diakui undang-undang sebagai kendaraan politik bagi para calon pemimpin nasional.

Namun, ia melnajutkan, hanya mereka yang memiliki kekuatan di parpol yang bisa tampil memimpin negeri ini. Sementara masih banyak sosok-sosok muda yang memiliki kapasitas dan kapabilitas tak bisa berkompetisi di parpol untuk merebut tiket sebagai calon pemimpin bangsa.

"Parpol sengaja menutup pintu bagi tokoh muda potensial memimpin bangsa. Mereka ini tak memiliki uang dan kekuasaan di parpol sehingga mereka tak bisa masuk," ujar dia, di Bandung, Kamis (20/12).

Karena itu, sambung Agus, sistem rekrutmen pemimpin nasional yang ada sekarang ini harus diubah. Salah satu langkahnya yaitu memperbaiki undang-undang partai politik dan sistem rekrutmen kepemimpinan nasional.

Tanpa merubah sistem dan undang-undang yang ada sekarang, kata dia, sangat sulit untuk melahirkan pemimpin nasional yang berkualitas. "ICMI Muda akan membahas masalah perbaikan undang-undang tersebut dalam muktamar mendatang," ungkap dia.

Dalam undang-undang tersbut, sambung Agus, tak hanya mengatur soal calon pemimpin nasional tapi juga mengenai pembiayaan kampanye pemilihan presiden. Selama ini, kata dia, kampanye presiden, bahkan gubernur, dan walikota serta bupati, dibebankan kepada parpol.

Karena itu tak heran bila kemudian terjadi politik transaksional dimana 'pemodal' pemilihan presiden, gubernur, wali kota, dan bupati sangat berperan besar. "Kalau sudah demikian maka praktik korupsi yang akan muncul sebagai politik balas budi terhadap para pemodal," tutur dia.

Jika undang-undang mengatur biaya kampaye ditanggung negara, kata Agus, maka 'pemodal' tersebut tak bisa masuk. Pemimpin negara yang dilahirkan pun tak akan terjerat dalam praktik politik balas budi.

"Yang terjadi sekarang adalah politik balas budi, mulai dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten kota. Sehingga pemimpin terpilih akan terkerangkeng oleh politik balas budi. Sementara tugas utama pemimpin dalam mensejahterakan akyatnya terabaikan," tandas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement