REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) mengungkapkan temuan penting terkait penyebab kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak tebing Gunung Salak, 9 Mei 2012 lalu. KNKT tidak menemukan indikasi kerusakan pada sistem pesawat Sukhoi.
Setelah mengunduh seluruh data dari kotak hitam (black box), KNKT mengemukakan bahwa pesawat dalam keadaan prima saat lepas landas dari bandara Halim Perdanakusuma pada 9 Mei sekitar pukul 14.00 WIB.
"Seluruh parameter berhasil di-'download' dan dari hasilnya, tidak ada indikasi kerusakan sistem pesawat selama penerbangan," kata Tatang Kurniadi, dalam konferensi pers mengenai hasil investigasi akhir kecelakaan pesawat Sukhoi SJ 100, di Jakarta, Selasa.
Menurut Tatang, pengunduhan serta pembacaan data melibatkan pihak dari Rusia di laboratorium milik KNKT. "Itu disaksikan ahli dari Rusia selaku produsen pesawat Sukhoi," katanya.
Ia mengatakan hasil simulasi juga menunjukkan sistem peringatan pesawat bekerja dengan baik. Beberapa saat setelah memasuki kawasan rawan di Gunung Salak, tanda peringatan bahaya menyala. Tatang mengatakan, pesawat Sukhoi yang dikemudikan pilot Rusia, Alexander Yablontsev sebenarnya bisa menghindari tebing di Gunung Salak. Namun, setelah tanda peringatan bahaya berbunyi selama 24 detik, sang pilot tidak membawa pesawat menghindar.
KNKT mengungkapkan, jelang kecelakaan nahas terjadi, kokpit Sukhoi sedang dihuni tiga orang. "Ketiga orang tersebut adalah pilot in command (PIC) yang bertugas sebagai pilot yang mengemudikan pesawat, satu orang adalah pilot monitoring, dan seorang wakil calon pembeli pada tempat duduk observer," katanya.
Calon pembeli tersebut, kata dia, bukanlah seorang pilot yang diijinkan berada di kokpit. Namun,itu hal yang wajar terutama saat penerbangan promosi.
Calon pembeli itu ingin tahu lebih lanjut tentang fitur pesawat. Saat terjadi perbincangan antara ketiga orang dikokpit itulah, detik-detik kecelakaan terjadi.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Investigasi in Charge KNKT Mardjono Siswosuwarno mengatakan ada pembicaraan antara pilot dan pihak calon pembeli pesawat yang dianggap sebagai gangguan dalam komunikasi.
"Ada obrolan pilot dengan pihak pembeli selama 38 detik yang merupakan distraksi atau pengalihan dari fokus perhatian," katanya.
Percakapan tersebut, lanjutnya, ditemukan di dalam Cockpit Voice Recorder (CVR). Percakapan itu pula yang menyebabkan pilot tidak segera mengubah arah ketika pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja.