REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) keberatan atas sanksi yang diberikan Badan Kehormatan (BK) DPR kepada kadernya, Zulkieflimansyah. Berdasarkan surat putusan BK DPR, Wakil Ketua Komisi XI DPR itu dijatuhi sanksi ringan.
"Pak Zulkieflimansyah tidak tepat mendapatkan sanksi, ringan sekali pun. Karena kontek persoalannya, beliau tidak terkait dengan dugaan pemerasan dan bukan pihak yang teradu," kata Abdul Hakim, Sekretaris Fraksi PKS, Ahad (16/12).
Menurut Abdul, posisi Zulkieflimansyah hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pelanggaran etika yang diadukan oleh Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Bukan sebagai teradu, apalagi terduga dalam kasus pemerasan oleh oknum DPR terhadap direksi BUMN yang selama ini selalu disiarkan pada masyarakat.
Kasus yang dianggap dilakukan oleh Zulkieflimansyah, lanjut Abdul, adalah pelanggaran teknis memimpin rapat. "Artinya kasusnya berbeda sehingga menurut kami BK tidak punya wewenang untuk menyelidiki kasus tersebut," ungkapnya.
Meski hanya memberikan sanksi ringan, Abdul menyatakan, Fraksi PKS tetap merasa keberatan. Soalnya, BK seakan-akan memaksakan penjatuhan sanksi kepada Zulkieflimansyah.
Kesan ini semakin kuat dengan diumumkannya putusan dan pemrosesan secara bersama-sama dengan pemeriksaan dugaan pemerasan. Sehingga memberikan kesan bahwa semua pihak termasuk anggota dari Fraksi PKS terlibat dalam dugaan pelanggaran etika tersebut.
"Padahal Pak Dahlan Iskan sendiri menyatakan bahwa pihak yang menyelamatkan BUMN dari dugaan tindak pemerasan itu Pak Zulkieflimansyah, dan pernyataan itu juga dibenarkan oleh Dirut Merpati yang menjadi saksi," jelas Abdul.
Selain itu, Fraksi PKS juga berpandangan bahwa putusan pemberian sanksi oleh BK bertentangan dengan Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Beracara Badan Kehormatan DPR, pasal 3 ayat 1. Yang menyatakan bahwa pelanggaran yang tidak memerlukan pengaduan adalah pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, berupa ketidakhadiran dalam rapat DPR yang menjadi kewajibannya.
Pelanggaran lainnya adalah tertangkap tangan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan, dugaan pelanggaran Kode Etik dan Tata Tertib yang sudah tersiar di beberapa media cetak dan/atau elektronik. Dan terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman lebih dari 5 tahun penjara dan telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap atau in kracht.
"Faktanya, kasus yang tersiar di masyarakat adalah dugaan pemerasan sedangkan kasus yang dianggap dilakukan Zulkieflimansyah adalah pelanggaran teknis memimpin rapat. Yang artinya kasus berbeda sehingga menurut kami BK tidak punya wewenang untuk menyelidiki kasus tersebut," kata Abdul.