REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pencopotan Ruhut Sitompul dari jabatannya di DPP Partai Demokrat adalah puncak gunung es yang selama ini sudah banyak ditunggu orang.
“Pencopotan itu bukan hanya ditunggu oleh kader-kader Demokrat secara internal, tetapi juga oleh masyarakat yang selama ini kurang respek terhadap penampilan Ruhut di pentas politik nasional," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay, Jumat (14/12).
Pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan, Ruhut bukan hanya vokal terhadap Anas Urbaningrum tetapi juga terhadap hal-hal lain. Misalnya, kata dia, pada kasus dugaan korupsi Hambalang, Ruhut bersuara paling lantang agar Andi Alfian Mallarangeng segera diganti dari jabatan Menteri Pemuda dan Olahraga.
"Padahal, dalam berpolitik seharusnya menekankan norma-norma kesantunan, terutama terhadap sesama kader partai," tuturnya.
Selain itu, kata Saleh, Ruhut Sitompul sering sekali mengungkapkan persoalan internal partai kepada publik, bahkan seringkali menimbulkan polemik antara sesama kader partai dan juga antarpartai.
"Ruhut sepertinya merasa sebagai orang yang paling representatif untuk menyuarakan suara-suara Partai Demokrat ke luar," ujarnya. Akibatnya, teguran-teguran yang disampaikan kepadanya oleh anggota dewan pembina seakan-akan tidak digubris dan dianggap angin lalu.
Namun, selama ini belum ada sanksi tegas yang diberikan partai atas perilaku Ruhut itu. Bahkan, belakangan muncul persepsi bahwa apa yang disampaikan Ruhut telah mendapatkan persetujuan dari Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
"Tentunya, ini tidak baik untuk konsumsi publik. Apalagi apa yang disampaikan bukanlah pesanan atau perintah dari ketua dewan pembina," katanya.
Ruhut Sitompul telah diberhentikan dari jabatan Ketua Bidang Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat. Saat ini, dia hanya menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat.