REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK diminta mengusut tuntas dugaan keterlibatan sejumlah anggota DPR dalam kasus korupsi pengadaan dan pemasangan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Keempat nama anggota DPR yang disinyalir terlibat yakni Emir Moeis, Jhonny Allen Marbun dari Fraksi PDI Perjuangan, dan Teuku Rifki Harsya dan Sutan Bhatoegana dari Partai Demokrat.
Direktur Eksekutif Government Watch-GOWA, Andi W Saputra, mengatakan KPK tidak boleh mengabaikan fakta persidangan di Pengadilan Tipikor atas keterlibatan keempat anggota DPR tersebut.
“Beberapa kali persidangan di Pengadilan Tipikor, nama-nama mereka muncul. Sehingga harus ada keyakinan hakim untuk mengejar dugaan keterlibatan mereka. KPK tidak boleh puas diri, karena penanganan kasus korupsi harus sampai ke akar-akarnya. Jangan sampai ada orang terkesan sakti di depan hukum,” kata Andi di Jakarta.
Andi berpendapat dalam persidangan kasus korupsi pengadaan dan pemasangan sistem PLTS, nama keempat anggota DPR tersebut muncul, terkait perannya untuk menggiring dan penyusunan paket anggaran proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), dengan terdakwa Neneng Sri Wahyuni, istri mantan Bendahara Umum Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Bahkan kesaksian mantan staf Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang menyebutkan, adanya uang imbalan memuluskan proyek PLTS Kemenakertrans, yang mengalir ke Jhonny Allen Marbun dan Emir Moeis.
Sedangkan Sutan Bhatoegana diduga kuat ikut terlibat dalam kasus korupsi proyek 'solar home system' (SHS) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “KPK jangan sekedar terpaku pada bukti material yang ada, tetapi harus menggali, mengejar, sekaligus menggunakan pasal pencucian uang (money laundring). Apalagi Jhonny Allen, Sutan Bhatoegana dan Nazaruddin itu kan dikenal tiga serangkai politisi Demokrat untuk urusan proyek,” papar Andi.