Kamis 13 Dec 2012 18:53 WIB

MK Tolak Batalkan Pasal Penanggulangan Lumpur Lapindo

Semburan Lumpur Lapindo
Semburan Lumpur Lapindo

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Pasal 18 dan Pasal 19 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memuat ketentuan mengenai pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan di luar area terdampak lumpur Lapindo, Sidoarjo.

"Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Mahfud MD, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, keberadaan kedua pasal tersebut bukan dimaksudkan untuk menghilangkan tanggung jawab PT Lapindo Brantas untuk membayar ganti rugi.

"Alokasi dana APBN untuk mengatasi masalah yang timbul di luar Peta Area Terdampak (PAT) tidak berarti meniadakan kewajiban dan tanggung jawab PT Lapindo Brantas atas penanganan masalah sosial yaitu membayar ganti kerugian dengan membeli tanah dan bangunan masyarakat," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman, saat membacakan pertimbangan mahkamah.

Anwar mengatakan telah terjadi pembagian tanggung jawab antara PT Lapindo Brantas dengan negara terkait penanggulangan dampak bencana semburan lumpur, sehingga alokasi anggaran tersebut merupakan salah bentuk tanggung jawab negara untuk menyejahterakan rakyat.

"Jika pemerintah tidak ikut memikul tanggung jawab untuk mengatasi masalah yang diderita rakyat Sidoarjo, maka mereka akan mengalami penderitaan tanpa kepastian hukum," katanya.

Mahkamah berpendapat bahwa Lapindo tetap bertanggungjawab pada Peta daerah Terdampak (PAT) dengan membayar ganti rugi atas kerugian warga dalam PAT yang disebabkan semburan lumpur.

Sementara itu, pemerintah tetap bertanggungjawab atas kerugian di luar PAT. Mengacu pada hal itu, pemerintah tetap membayarkan ganti rugi pada korban di luar PAT melalui dana APBN.

"Pembelian tanah dan bangunan di luar PAT dan untuk kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur tidak bertentangan dengan pasal 23 ayat 1 UUD 1945," katanya.

"Berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah permohonan para Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum," kata Anwar.

Seperti diketahui, Pengujian Pasal upaya penanggulangan lumpur Lapindo ini diajukan oleh Drs Ec H Tjuk K Sukiadi (pensiunan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya), Purnawirawan Marinir Suharto dan Ali Azhar Akbar (penulis buku berjudul Konspirasi SBY-Lapindo dan peneliti kasus lumpur Lapindo).

Menurut pemohon, terjadinya kasus lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, adalah kesalahan dan kelalaian yang dilakukan pihak Lapindo Brantas Inc, sehingga ketentuan Pasal 18 UU APBNP 2012 menimbulkan terjadinya pelaksanaan yang tidak murni dan tidak konsekuen terhadap UUD 1945.

Potensi kerugian pemohon adalah keuangan negara yang bersumber dari pajak untuk membayar dan memberikan ganti rugi akibat kasus lumpur Lapindo.

Pemohon menganggap kasus Lapindo ini murni kesalahan tanggung jawab mutlak dari PT lapindo Brantas sehingga tidak boleh pakai uang negara untuk menalangi kesalahan indivindu.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement