REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus transparan dalam menggunakan anggaran pada tahapan verifikasi pemilu.
"Angka Rp 60 miliar untuk verifikasi faktual 18 parpol, apa benar sebanyak itu. Kok munculnya tiba-tiba," ujar Ray, saat dihubungi, Ahad (2/12).
Persoalan anggaran, menurutnya buka hal baru dalam penyelenggaraan pemilu. Sejak pelaksanaan pemilu tahun 2004 lalu, masalah kekurangan anggaran mewarnai selalu mencuat di KPU. Agar kualitas pelaksanaan pemilu meningkat, Ray menyarankan agar prinsip transparansi dilaksanakan KPU pada pemilu 2014 nanti.
Harus difaktualkannya 18 parpol yang sebelumnya telah dinyatakan tidak lolos seleksi administrasi, disebut Ray sebagai konsekuensi yang harus diterima KPU. Karena kurang optimalnya pekerjaan yang mereka lakukan saat verifikasi administrasi kemarin.
"Jika memang kurang anggaran, jelaskan ke masyarakat kekurangan untuk apa. Lalu Rp 60 miliar itu peruntukannya apa. Dana verifikasi 16 parpol kemarin saja kan kita tidak tahu penggunaannya seperti apa," ungkapnya.
Ray tidak mempersoalkan besar atau kecilnya nilai anggaran yang digunakan. Tetapi alokasi dan peruntukan anggaran itu yang perlu diketahui. Apakah anggaran benar digunakan untuk penyelesaian operasional dan kerumitan verifikasi faktual 18 parpol.
ia menilai ada persoalan yang lebih besar dibanding dana atau anggaran, yakni kepastian yang diberikan KPU untuk menjamin hak politik warga negara Indonesia. "Jangan sampai kekurangan uang dijadikan kendala hingga muncul kerumitan teknis. Yang berpeluang menimbulkan kericuhan baru," ucap Ray.
Karena itu, Ray memandang perlu bagi KPU untuk segera mempublikasikan pengelolaan anggaran mereka secara terbuka. Agar tahapan pemilu yang baru saja dimulai bisa dikawal oleh rakyat, sehingga pemilu yang demokratis bisa diwujudkan.