REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Reserse Kriminal Polri masih menunggu proses hukum dari Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung untuk mengusut perkara dugaan tindak pidana oleh Hakim Agung Achmad Yamanie (AY) terkait dugaan pemalsuan vonis gembong narkoba Hengky Gunawan.
"Kita serahkan kepada lembaganya dulu untuk menyelesaikan masalah internalnya," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman seusai acara Sarasehan Budaya Antikorupsi antara Lembaga Penegak Hukum yang berlangsung hingga Jumat tengah malam atau menjelang Sabtu dinihari di Jakarta.
Komjen Sutarman menjelaskan salah satu alasannya belum mengusut kasus itu karena dalam proses hukum juga terdapat perihal etika antara lembaga penegak hukum. Oleh karena itu, Kepolisian masih menunggu proses hukum yang diterapkan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
"Ya kan dalam proses hukum juga ada etika," ujar dia.
Dia mengatakan surat terkait kasus Yamanie dari Komisi Yudisial, kemungkinan sudah sampai ke Bareskrim Polri, namun dia belum membacanya secara detail.
Pidana
Sebelumnya, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki pada 26 Oktober 2012 pernah mengatakan, selain dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim, tindakan Hakim Yamanie juga harus dibawa ke ranah pidana.
"MA juga salah kenapa kok justru meminta AY mundur," katanya.
MA memang mengakui mundurnya Hakim Agung Yamanie, selain karena alasan sakit juga ada alasan lain, yakni lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.
Menurut juru bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko, dalam putusan Peninjauan Kembali Nomor 39 PK/Pid.Sus/2011 itu, Yamanie membuat tulisan dengan tangan yang menyatakan vonis bos pabrik narkoba itu adalah 12 tahun penjara.
Padahal, majelis hakim lain memutuskan hukuman 15 tahun penjara.
Sementara itu, Henky Gunawan adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya yang telah divonis Pengadilan Negeri Surabaya 17 tahun penjara. Atas putusan tersebut, Hengky mengajukan banding dan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menambah hukumannya menjadi 18 tahun penjara.
Produsen narkoba itu kembali berupaya ke MA dengan mengajukan kasasi, namun putusan peradilan tertinggi memutus hukuman mati kepadanya.
Mendapatkan putusan mati itu, Hengky mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) dan oleh majelis hakim PK Hakim Agung Imron Anwari, Hakim Nyak Pha, dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky dipangkas menjadi 15 tahun penjara.