REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai belum padam. Langkah DPR memanggil sejumlah bekas penyidik KPK dan bertemu secara tertutup, memunculkan asumsi bahwa Senayan terus mencari-cari kelemahan lembaga antirasuah itu.
''DPR membuka celah timbulnya asumsi bahwa mereka ingin mengetahui kelemahan KPK. Apalagi semangat melemahkan KPK melalui undang-undang baru sepertinya belum padam,'' kata pengamat hukum dari Universitas Andalas (Padang), Feri Amsari, kepada Republika, Rabu (29/11).
Namun, Feri tidak ingin terburu-buru menyimpulkan bahwa langkah DPR itu berkolaborasi dengan polisi yang beberapa waktu lalu juga melakukan "perlawanan" terhadap penyidikan kasus korupsi di Korlantas Polri. Apalagi, eks penyidik KPK yang bersuara sumbang di DPR berasal dari kalangan Polri.
''Publik bisa saja berasumsi demikian. Asumsi timbul karena DPR memang tidak terbuka mengenai pemanggilan itu,'' ujar Feri Amsari.
Tetapi, menurut Amsari, tentu saja KPK tidak bisa mempermasalahkan pemanggilan itu karena DPR memiliki landasan konstitusionl untuk melakukan ''kejahatannya'' tersebut. ''Mereka itu melakukan penyimpangan konstitusional parlemen,'' katanya.
Yang perlu dilakukan dalam menghadapi manuver-manuver baru DPR dalam upaya melemahkan KPK, Amsari mendorong KPK untuk meningkatkan upaya pembersihan parlemen dari ''tangan-tangan kotor kotor'' para koruptor