Rabu 28 Nov 2012 04:00 WIB

Begini Toleransi di Sunda Kecil Abad ke-18

Rep: Siwi Tri Puji/ Red: Hafidz Muftisany
Gugusan Sunda Kecil
Gugusan Sunda Kecil

REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai dampak jalur pelayaran internasional yang ramai di masa lampau, Sunda Kecil dihuni warga dengan beragam etnis dan agama.

Di Bali, selain penduduk asli yang beragama Hindu, juga tinggal pendatang dari Jawa, Bugis, Sasak, Cina, dan Timor. Umumnya mereka datang untuk berdagang.

"Di Kuta pada tahun 1830, mereka berbaur dan hidup salam damai," kata I Gde Parimartha, Guru Besar Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana, dalam diskusi sejarah dalam rangka Arung Sejarah Bahari VII.

Dalam catatan sejarah, saat itu 30 orang etnis Cina, 30 orang Bali Muslim, dan 400 orang Bali Hindu hidup berdampingan di pusat-pusat perdagangan dekat pantai.

Namun dalam 50 tahun, jumlahnya membengkak: terdapat 600 rbu jiwa orang Sasak, 50 ribu orang Bali, dan 6.000 orang Bugis, Melayu, Arab, Mandar, dan Cina.

Di Sunda Kecil, adalah biasa pura berdampingan dengan masjid dan gereja. "Sebagai cerminan rasa hormat dalam berbahasa, orang Bali memanggil dengan sebutan Bapa dan Haji bagi penganut Islam, dan penduduk Muslim memanggil Jero kepada orang bali dari kalangan biasa," katanya.

Hingga kini, sisa harmonisasi ini masih bisa disaksikan di Desa Pegayaman, Bali. Masyarakat desa ini khas, karena menganut tradisi Bali dan Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pemberian nama, penduduk di desa ini memberikan nama-nama Islam pada putra-putri merekan namun juga tetap mempertahankan sistem penamaan secara Bali.

"Contohnya, ada yang bernama I Ketut Imanuddin Jamal," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement