REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM--Gunung purba Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa meletus pada 10 April 1815. Letusan yang disebut-sebut lebih dahsyat dari letusan Krakatau itu mengubah keadaan di Sunda Kecil.
Dalam berbagai catatan sejarah disebut, letusan itu membuat seluruh warga di Kerajaan Tambora dan Pepekat musnah. Penduduk di Pulau Sumbawa tersisa hanya 50 persen setelah letusan itu. Indonesia bagian timur disebut-sebut gelap gulita akibat abu selama tiga hari tiga malam.
Pulau tetangga juga mengalami nasib sama. Lombok kehilangan 117 ribu jiwa atau hampir dua pertiga dari jumlah penduduknya. Sedang penduduk Bali berkurang 25 ribu, banyak di antaranya meninggal karena penyakit pascaletusan.
Karena bencana terjadi pada saat bertiup angin timur, abu vulkanik terbawa ke pulau-pulau di sebelah barat, termasuk Lombok dan Bali.
Karena kondisi tanah belum memungkinkan untuk ditanami, bertahun-tahun pascaledakan Lombok, Sumbawa, dan Bali tak dapat mengekspor komoditas apapun kecuali budak.
Namun 10 tahun setelah itu, kondisi berbalik. Debu vilkanik Tambora membuat tanah di Lombok dan Bali menjadi sangat subur, terutama untuk bertanam padi. Dua dasawarsa setelah letusan Tambora, Lombok dan Bali terkenal sebagai penyumpai beras premium di pasar internasional.