REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Wiranto, mendukung jika sistem Parliamentary Threshold (PT) atau ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen disamakan dengan Presidential Threshold. Dengan begitu, kemungkinan partai politik dalam parlemen untuk mengajukan calon presiden menjadi lebih luas.
“Dalam satu seleksi lebih banyak calon lebih baik. Lebih banyak capres, lebih baik. Kalau pilihannya beragamm kan jadi enak,” kata dia saat ditemui di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, Kamis (22/11) malam.
Dengan banyaknya calon presiden, menurutnya akan membuat rakyat lebih leluasa memilih calon pemimpin yang berkomepeten, berpengalaman, dan memiliki ilmu yang teruji. Munculnya banyak calon, jika dipilih dengan sistem pemilihan yang baik akan mengakibatkan calon pemimpin yang tidak berkualitas akan tereliminasi secara otomatis.
“Jangan batasi calon pemimpin dengan Undang-Undang, atau seleksi awal dengan aturan yang mengikat. Biarlah calon pemimpin tergusur dengan sistem pemilihan yang baik dan ditentukan rakyat. Presiden itu ukuran kuatnya di rakyat, bukan di parlemen,” ujar Wiranto.
Ia menilai partai yang dinyatakan lolos PT berhak mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden. Meskipun jumlah parpol yang ada di parlemen cukup banyak, Wiranto menilai, capres bias diusung dari koalisi parpol. Sehingga, kata dia, jumlah pasangan capres-cawapres tidak akan terlalu banyak, tetapi memungkinkan muncul lebih dari dua pasangan calon.
“Samain aja parliament threshold dan presidential threshold. Salah kalau presiden mengandalkan kekuatan di parlemen, kekuatannya di rakyat kok. Kalau presidennya tegas, membuat keputusan dengan bijak pasti rakyatnya dukung,” katanya.
Presidential threshold merupakan syarat pengajuan pasangan calon presiden-wakil presiden sebesar 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara nasional. Aturan mengenai sistem itu tercantum dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.