REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin memaparkan lima kasus pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pernyataan tersebut disampaikan Said dalam sidang kode etik terhadap KPU yang digelar di Jakarta, Jumat (9/11).
Lima kasus tersebut yaitu, terkait penetapan proses verifikasi secara berjenjang. Kemudian, pemberitahuan ketidaklolosan 12 partai politik pada tahapan pendaftaran yang dilakukan di luar proses tahapan. Lalu, pengumuman ketidaklolosan partai politik yang disampaikan tanpa surat keputusan (SK).
Menurut Said, ini terkait aturan undang-undang yang memberikan hak setiap partai untuk memajukan perselisihan atau sengketa pemilu terkait dengan keputusan KPU. "Jika merasa dirugikan terkait dengan verifikasi maka diberikan hak untuk mengajukan sengketa ke Bawaslu.
Tapi itu harus ada keputusan dari KPU. Tapi 12 parpol itu tidak ada keputusan. Hanya daftar nama parpol tanpa ada tanda tangan dan apa pun," jelas dia.
Keempat, tambah Said, keputusan KPU untuk memperpanjang proses verifikasi administrasi. Terakhir, pengumuman hasil verifikasi administrasi yang dilakukan di luar jadwal tahapan.
Persidangan kode etik terhadap KPU digelar atas laporan Said dan juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hadir dalam persidangan tersebut jajaran komisioner Bawaslu sebagai pengadu yang dipimpin Muhammad selaku ketua. Hadir juga anggota Bawaslu lainnya, Daniel Zuhron, Nasrullah, dan Endang Wihdatiningtyas. Sementara satu anggota lain, Nelson Simanjuntak tidak bisa hadir karena sedang berada di Amerika Serikat.
Sementara dari pihak KPU hadir Sigit Pamungkas yang bertindak sebagai pengganti ketua KPU, Husni Kamil Manik yang juga sedang berada di Amerika Serikat bersama dengan Juri Ardiantoro. Selain Sigit, hadir juga anggota KPU lain, yaitu Hadar Nafis Gumay, Ida Budhiati, Arief Budiman, dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah.