REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta guru tidak perlu khawatir akan kode etik guru yang akan dilaksanakan Januari mendatang. Pasalnya kehadiran kode etik ini sebagai upaya memartabatkan profesi guru.
"Guru diharap memahami kode etik. Ini, jangan sampai dianggap sebagai suatu beban," ujar Ketua Umum PGRI, Sulistyo, saat dihubungi Republika, Selasa (23/10).
Dirinya berharap seluruh organisasi guru di Indonesia mau ikut bergabung dengan kode etik yang dimiliki PGRI. Pasalnya jika di Indonesia terdiri dari banyak kode etik guru, maka hal ini akan menyulitkan. "PGRI berharap bisa ditegakkan satu kode etik saja," ujarnya.
Pelaksanaan kode etik, kata Sulistyo, sekaligus menjadi upaya pembinaan kompetensi guru dari sisi kepribadian dan sosial. Ada empat upaya pembinaan kompetensi guru, yakni pedagogig, kepribadian, sosial dan profesional. Dari segi pedagogig dan profesional, sudah dihimpun melalui uji kompetensi guru.
Ada 70 poin yang terdapat dalam kode etik guru PGRI. Butir-butir ini berasal dari tujuh jenis hubungan guru yang dijadikan pedoman, panduan dan kerja profesional para guru supaya nantinya terlindungi dari prasangka.
Hubungan tersebut diantaranya hubungan guru dengan peserta didik, hubungan guru dengan orang tua murid, hubungan guru dengan teman sejawat dan hubungan guru dengan pemerintah.