Ahad 21 Oct 2012 18:13 WIB

46 Persen Penyakit di Jakarta karena Pencemaran Udara

Rep: Ira Sasmita/ Red: Karta Raharja Ucu
Sejumalah warga Jakarta melakukan berbagai kegiatan berolahraga saat digelarnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Pelaksanaan HBKB dinilai mampu mengurangi polusi dan pencemaran udara di ibukota.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumalah warga Jakarta melakukan berbagai kegiatan berolahraga saat digelarnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Pelaksanaan HBKB dinilai mampu mengurangi polusi dan pencemaran udara di ibukota.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati menyatakan gangguan pernafasan selama 2012 meningkat. Berdasarkan data yang dirilis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukan sebanyak 46 persen penyakit di Jakarta, timbul karena pencemaran udara.

Penyakit seperti infeksi saluran pernapasan, asma, dan kanker paru-paru, banyak diderita warga Jakarta. Karenanya, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), merekomendasikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar melaksanakan agenda strategis dalam peningkatan kualitas bahan bakar minyak (BBM), menerapkan kendaraan rendah emisi, dan ramah lingkungan. (baca: Uji Emisi Kendaraan Bermotor Dinilai Setengah Hati).

"Yang paling mungkin adalah mewujudkan manajemen transportasi yang ramah lingkungan. Artinya pemerintah Jokowi harus sesegera mungkin merealisasikan monorel, optimalisasi angkutan massal, dan tentunya sistem transportasi yang terintegrasi," papar Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, di Jakarta, Ahad (21/10). (baca: 'Polusi Udara di Jakarta Sangat Buruk').

KPBB juga mengimbau Pemprov DKI agar tidak mementingkan perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semata dalam mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan transportasi. Seperti peningkatan tarif parkir off street. (baca: Kualitas Udara Buruk, 'Sejuta' Penyakit Ancam Warga Jakarta).

"Harusnya dipikirkan penyiasatan dengan tarif on street juga. Warga kalau kemahalan parkir di dalam gedung, memilih parkir di badan jalan. Jadi kebijakan itu jangan setengah-setengah," sebut Ahmad.

Ahmad melanjutkan, "Kalau perlu hapuskan parkir on street, tapi bangun transportasi umum dengan maksimal. Agar warga beralih ke angkutan umum," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement