REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk menghentikan kerja sama dengan lembaga asing pada pemilu mendatang. Dalam hal ini mengenai keterlibatan IFES (International Foundation for Electoral System) yang merupakan perpanjangan tangan USAID pada program Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
‘’Yang mau kita tekankan bukan hanya IFES, tapi KPU tidak perlu bekerja sama dengan semua lembaga asing,’’ kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, di Jakarta, Kamis (18/10).
IFES, katanya, pernah memfasilitasi penyelenggaraan tabulasi nasional berbasis SMS pada pemilihan presiden yang lalu. Program itu bukan hanya gagal, namun juga menimbulkan kontroversi yang menimbulkan kecurigaan bahwa keterlibatan lembaga asing itu sedikit banyak melakukan intervensi terhadap hasil pemilu nasional.
Ujungnya, kata dia, berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian mengeluarkan putusan Nomor 108-109 PHPU.18/2009 tentang pemilu presiden. Putusan MK itu mengamanatkan agar pemilu bisa terbebas dari keterlibatan pihak asing.
‘’Tapi IFES kembali menuai kontroversi. Kali ini melalui Sipol. Sebelumnya dia hanya ada di perkarangan, kemudian masuk ke halaman, tapi sekarang dia sudah masuk ke dapur. Karena Sipol itu bisa mendata dan memverifikasi seluruh data administrasi partai politik,’’ papar Ray.
Apalagi, jelasnya, peraturan mengenai Sipol muncul secara mendadak dan hanya disampaikan secara lisan saja. Ia mengeklaim, banyak KPUD yang melaporkan belum mendapatkan surat edaran mengenai Sipol. Termasuk, yang menjelaskan bahwa sistem itu hanya sebagai penunjang bukan syarat kelolosan partai menjadi peserta pemilu.
Ray juga menyoroti mengenai kerja sama IFES dengan KPU yang tidak dilakukan transparan, antara lain belum adanya hasil evaluasi terkait kerja sama IFES dengan KPU periode sebelumnya. Namun, nyatanya sudah ada kerja sama baru dengan KPU periode 2012-2017.
‘’Kita pernah meminta KPU menandatangani pakta integritas yang salah satu poinnya adalah tidak bekerja sama dengan pihak asing. Tapi poin itu ditolak, padahal pakta itu paling penting dibandingkan poin lainnya,’’ tuturnya.