REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Pangan yang akan disahkan menjadi Undang-Undang Pangan dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (18/10), pemerintah diamanatkan untuk membentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan.
Pada BAB XVI tentang Ketentuan Peralihan disebutkan, lembaga pemerintah yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut harus terbentuk paling lambat tiga tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
Sedangkan, lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan dan masih eksis hingga saat ini tetap berkewajiban menjalankan fungsinya hingga lembaga itu terbentuk.
Pengamat Pertanian Khudori menyarankan sebaiknya lembaga yang akan dibentuk tersebut memiliki kedudukan yang setara dengan kementerian layaknya Badan Pertanahan Nasional (BPN). "Cuma, ada konsekuesi ketika kedudukan lembaganya seperti itu," tutur Khudori saat dihubungi Republika, Rabu (17/10).
Pertama, selama ini kedudukan kementerian negara diatur oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Kehadiran lembaga baru ini, lanjut Khudori, jelas akan mengubah tatanan yang telah ada. "Oleh karena itu, amandemen UU itu harus dilakukan," kata Khudori. Kedua, melebur dua kementerian yang telah ada saat ini menjadi satu.
Anggota Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan ini menyebut, salah satu kementerian akan berujung pada lembaga baru ini, sedangkan kementerian lainnya dilikuidasi. Lebih lanjut, Khudori menjelaskan keberadaan negara ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah pangan yang sifatnya multi dimensi, multi sektoral dan memiliki mata rantai yang pangan.
Terlebih hingga saat ini, tak ada satupun lembaga yang fokus mengurus pangan. Khudori menyebut tak kurang dari 14 kementerian yang bersinggungan dengan pangan, mulai dari tahapan on farm hingga tersedianya pangan di masyarakat.