REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi 16 Pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara (UU Intelijen Negara). Pasal-pasal itu memuat ketentuan yang mengatur peran, fungsi, dan wewenang intelijen, rahasia negara, serta institusionalitas intelijen.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK, Rabu (10/10).
Dalil-dalil permohonan uji materi yang diajukan penggiat HAM dan demokrasi yang tergabung dalam Koalisi Advokasi UU Inteligen Negara ini dinilai tidak beralasan menurut hukum. Pemohon mengajukan uji materi sejumlah pasal di UU tersebut karena dinilai berpotensi melanggar hak konstitusionalnya.
Hakim Konstitusi, Anwar Usman, menilai permohonan pemohon terkait pasal yang menjelaskan pengertian rahasia negara bukan merupakan kewenangan MK. "Permohonan pemohon lebih merupakan legislative review daripada judicial review. Mahkamah tidak berwenang mengubah atau pun menambah norma, melainkan hanya berwenang menyatakan materi muatan ayat, pasal dan bagian dari UU bertentangan dengan UUD 1945," kata Anwar.
Selain itu, Hakim Konstitusi, Akil Mochtar, menjelaskan penggalian informasi intelijen hanya dapat dijalankan, jika telah memenuhi empat syarat yang telah ditetapkan. Penggalian informasi harus dilakukan dengan ketentuan untuk penyelenggaraan fungsi intelijen, atas perintah kepala Badan Intelijen Negara, tanpa melakukan penangkapan dan penahanan, serta bekerja sama dengan penegak hukum terkait.
"Pemenuhan keempat syarat tersebut bersifat kumulatif dan bukan alternatif. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga agar kegiatan penggalian informasi tidak disalahgunakan dan tetap menghormati kebebasan hak warga negara," kata Akil.