Senin 08 Oct 2012 22:42 WIB

Lima Kesimpulan Pidato SBY Soal Kisruh KPK-Polri

Presiden berbicara kepada Ketua KPK Abraham Samad dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Foto: ANTARA/Abror/ss/Spt/12
Presiden berbicara kepada Ketua KPK Abraham Samad dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjajanto mengungkapkan terdapat lima kesimpulan dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Senin (8/10) malam.

Pertama, penanganan kasus simulator roda empat dan roda dua di Korlantas dengan tersangka mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo ditangani oleh KPK sedangkan Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung.

"Dalam kasus simulator, sesuai kesepakatan awal, KPK menangani tersangka DS (Djoko Susilo) dan kawan-kawan karena mereka adalah paket yang tidak dapat dipisahkan. Sedangkan panitia lelang ditangani Polri, mekanismenya akan dibicarakan," papar Bambang menirukan pidato SBY.

Kedua, kata Bambang, penanganan penyidik Kompol Novel Baswedan yang dianggap melakukan penganiayaan hingga menghilangkan nyawa seseorang pada 2004, dinilai Presiden tidak dilakukan pada waktu yang tepat. Selain itu Presiden SBY juga menilai penanganan kasus tersebut tidak menggunakan pendekatan serta cara yang tepat.

"Soal Novel, saya (SBY) memaknai jelas bahwa Novel dapat dengan bebas menjalankan tugasnya sebagai penyidik, khususnya kasus Korlantas dan dengan kebebasan ini dia tidak perlu disulitkan untuk hal lain," jelas Bambang.

Ketiga, lanjut Bambang, waktu penugasan penyidik Polri di KPK akan diatur kembali dalam peraturan pemerintah (PP) baru. Sehingga waktu penugasan penyidik bukan lagi maksimal empat tahun, dan tidak terlalu cepat berganti dan bisa diperpanjang empat tahun lagi dan berkoordinasi dengan Polri. Perwira Polri tersebut dapat beralih status menjadi penyidik KPK bila ia memang menghendaki, tentu dengan menempuh ketentuan yang berlaku.

"KPK pada pertemuan dengan Presiden SBY menjelaskan dasar-dasar hukum dalam perekrutan sumber daya manusia di KPK yaitu UU KPK no 30 tahun 2002 pasal 39 ayat 3, PP 63 tahun 2005 pasal 3, 5 dan 7, PP No 1 tahun 2003 pasal 7 dan PP No 5 pasal 2003," ungkap Bambang.

Keempat, masih kata Bambang, mengenai pemikiran dan rencana revisi UU KPK no 30 tahun 2002, sepanjang untuk memperkuat dan tidak memperlemah dapat dimungkinkan. Namun Presiden hingga saat ini belum mendapat pertimbangan dari DPR mengenai alasan mengapa UU tersebut dapat direvisi.

"Terakhir, KPK dan Polri diminta memperbaharui MoU (nota kesepahaman) dan meningkatkan sinergi dan koordinasi," imbuh Bambang mengakhiri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement