REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejadian akhir-akhir ini di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri memancing respon dari berbagai kalangan. Namun, menurut staf khusus Presiden bidang informasi dan humas, Heru Lelono, peristiwa itu harus dinilai dengan bijak oleh semua pihak.
Pihak yang diharapkan bijak itu, terutama mereka yang benar-benar ingin mendorong dengan tulus pemberantasan korupsi. "Saya melihat ada pihak tertentu yang menggunakan kejadian di KPK tersebut untuk kepentingan tertentu, yang tidak lagi berinti pada pemberantasan korupsi," kata Heru dalam pesan singkatnya di Jakarta, Senin (8/10).
Dikatakannya, sejak lahir era baru yang dinamakan reformasi, persoalan hukum memang hal yang paling mengecewakan. Namun untuk menyempurnakannya harus pula dengan cara yang taat aturan, kepantasan, hukum, dan undang-undang.
Mengenai Presiden, lanjutnya, tentu bekerja sesuai sistim. Hanya, kata Heru, dalam hal ini, Presiden dengan cepat dituduh absen, bahkan dengan segera tercetak poster yang menghardik Presiden, seolah sudah dipersiapkan.
Reformasi mengamanatkan agar seorang Presiden tidak lagi semena-mena. Namun ketika mudah bicara, katanya, dituding pencitraan. Ketika sedang bekerja tanpa bicara, dibilang absen. "Ini memang era demokrasi, boleh saja ada pihak yang tidak suka SBY, namun bisa jadi mereka khilaf dan malah mendorong seorang Presiden bertindak semena-mena kembali seperti zaman Orde Baru."
Menurutnya, hal itu seharusnya tidak boleh terjadi siapapun Presidennya. KPK dibentuk memang untuk memberantas Korupsi, jadi Polri harus pula memberikan dukungan apabila memang ada anggotanya yang disangka melakukan korupsi.
Namun, kata dia, Polri juga harus diberi kesempatan untuk menegakkan aturan internal bagi anggotanya. Untuk itu KPK dan Polri sebenarnya telah memiliki MOU dalam bekerja sama. "Mengapa bukan hal itu yang kita tuntut untuk dilaksanakan dengan baik?" tegasnya.
Melawan korupsi, kata dia, adalah keharusan. "Namun harus pula dengan cara yang benar, dan tidak ditunggangi kepentingan lain seperti politik pihak tertentu. Save Indonesia!"