Kamis 27 Sep 2012 12:26 WIB

Hakim Tipikor Vonis Miranda Tiga Tahun Penjara

  Terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom usai mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom usai mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada terdakwa kasus suap Miranda Swaray Goeltom. Mantan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) yang terbukti menyuap sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihannya itu, juga didenda Rp 100 juta.

"Terdakwa Miranda Swaray Goeltom bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 5 ayat 1 huruf b juncto pasal 55 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 100 juta," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal pada sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (27/9).

Hakim menyatakan terdapat fakta pengadilan sebelum pemilihan DGSBI, di mana Miranda terbukti bertemu dengan fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dari Komisi IX di Hotel Dharmawangsa dan Fraksi TNI/Polri di kantor Miranda di Jalan Sudirman, Jakarta.

Kemudian saksi Dhudie Makmun Murod, Endin Aj Soefihara, Udju Djuhaeri, Darsup Yusuf, Suyitno serta Hamka Yandhu juga terbukti menerima 'traveller cheque' (TC) Bank Internasional Indonesia (BII) masing-masing nilainya Rp 50 juta.

"Setelah ada pemberian TC tersebut maka pada malam harinya setelah dilakukan voting maka terdakwa terpilih sebagai DGSBI 2004-2009," kata hakim anggota Anwar.

Artinya menurut hakim, dengan diterimanya TC oleh Komisi IX yang telah diputus dan punya kekuatan hukum tersebut, unsur memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menjadikan penyelenggara negara tersebut melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya telah terbukti.

Unsur turut serta Miranda yang didakwakan dalam juncto pasal 55 ayat (1) KUHP juga dianggap terbukti karena sebelum 'fit and proper test' saksi Arie Malangjudo atas perintah saksi Nunun Nurbaeti memberikan kantong berisi TC kepada perwakilan fraksi PDIP, PPP, Golkar dan TNI/Polri.

Meski Nunun membantah telah memerintahkan Arie melakukan hal itu, saksi Ngatiran mengatakan ambil kantong kertas dari ruang Nunun untuk dibawa kepada Arie.

Majelis tidak sependapat dengan dengan kuasa hukum yang mengatakan Miranda tidak tahu sama sekali pemberitan TC, dan pemberitan TC kepada perwakilan fraksi di Komisi IX oleh Arie adalah atas perintah Nunun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement