REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK-- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpendapat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memerlukan instrumen baru bagi penyelesaian konflik Suriah yang makin memburuk dari waktu ke waktu setelah kegagalan instrumen-instrumen PBB yang ada.
Pendapat itu disampaikan Presiden Yudhoyono dalam pidatonya di Sesi Debat Sidang ke-67 Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB di New York, Selasa (25/9) waktu setempat.
"Sangat jelas, apapun penjelasannya, sistem internasional yang ada sekarang tidak dapat menyelesaikan konflik Suriah. Dan, ada peluang bahwa masyarakat internasional akan kembali menemui konflik serupa di masa depan. Di sudut lain dunia, dalam bentuk dan aktor yang berbeda," kata Presiden.
Menurut Presiden, selama beberapa dasawarsa PBB telah menciptakan sejumlah instrumen untuk mengatasi berbagai bentuk konflik di dunia baik konflik intra-negara ataupun antar-negara, misal konflik di Angola, Bosnia, Kamboja dan Timor Leste.
"Tapi pertanyaannya adalah apakah instrumen-instrumen ini (masih) laik untuk mengatasi seluruh jenis konflik yang dihadapi dunia internasional saat ini," katanya.
Presiden menilai hal itu terbukti dengan berlanjutnya krisis di Suriah. "Dunia internasional terpaksa menyaksikan memburuknya aksi kekerasan dan bencana kemanusiaan di lokasi, dan di saat yang bersamaan PBB gagal mengatasi hal itu," katanya.
Dunia internasional, kata Presiden Yudhoyono, belum melihat tanda-tanda akan berakhirnya krisis dan konflik di Suriah hingga saat ini, lebih dari 16 bulan sejak konflik terjadi.
Indonesia, tambah Presiden, mengulang kembali seruannya untuk penghentian segera aksi kekerasan di Suriah yang telah menimbulkan banyak korban sipil. "Dewan Keamanan PBB sekarang harus bersatu dan beraksi segera sebagaimana yang dimandatkan dalam Piagam PBB guna mengendalikan situasi."