REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membantah pernyataan kalangan anggota DPRD setempat, jika keikutsertaannya dalam memimpin langsung razia anak baru gede (ABG) akhir-akhir ini bersama Satpol PP merupakan bagian dari tebar pesona.
"Razia tempat seperti itu tidaklah gampang, karena sewaktu-waktu keselamatan kami bisa terancam. Makanya saya heran, kok malah dituding tebar pesona," ujar Tri Rismaharini, di Surabaya, Ahad (16/9).
Menurut dia, jika memang bertujuan untuk mencari simpati sebenarnya ada cara lain yang lebih aman, salah satunya dengan melakukan kunjungan ke dalam wilayah perkampungan yang ada di Surabaya.
"Kalau tebar pesona, mending saya masuk ke kampung-kampung, di situ saya dihormati. Ini bukan untuk saya, tapi untuk menyelamatkan nyawa dan juga generasi muda kita," tegasnya.
Risma menjelaskan, untuk memerangi perdagangan manusia (trafficking) di Surabaya tidak mudah, apalagi dengan menutup lokalisasi. Hal ini dikarenakan, prostitusi yang sulit dideteksi jika transaksinya secara "online".
Dalam beberapa hari ini warga Surabaya juga dikejutkan dengan tertangkapnya mucikari papan atas Yunita alias Keyko, yang selama ini memiliki ribuan wanita yang siap dipesan para lelaki hidung belang.
Untuk itu, guna mengantisipasi penyebaran prostitusi di kalangan pelajar, saat ini ia telah memberlakukan beberapa peraturan kepada seluruh sekolah di Surabaya, di antaranya dengan melarang para siswa membawa telepon genggam ke sekolah.