Kamis 06 Sep 2012 22:42 WIB

PP Al-Irsyad : Aliran Islam di Indonesia Perlu Dievaluasi

Rep: Ira Sasmita/ Red: Dewi Mardiani
Demonstrasi menolak paham liberal dan aliran sesat di Jakarta beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Ismar Patrizki
Demonstrasi menolak paham liberal dan aliran sesat di Jakarta beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Al-Irsyad Al-Islamiyah, Abdullah Jaidi, menilai pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap aliran-aliran Islam yang ada di Indonesia.

"Tantangan keberagaman keyakinan akhir-akhir ini mengusik ketenangan umat beragama di beberapa daerah di Indonesia. Pemerintah perlu evaluasi lagi aliran-aliran yang ada. Seperti Ahmadiyah," ujar dia, pada malam Haflatul Ied, di Jakarta, Kamis (6/9).

Menurutnya, evaluasi terhadap keberagaman aliran atau organisasi Islam penting untuk dilakukan. Itu dilakukan sebagai upaya pencegahan, agar keberagaman keyakinan terjaga keharmonisannya. Aliran-aliran kepercayaan dalam Islam, idealnya tidak memicu persinggungan yang berujung kepada konflik, kemudian melahirkan gangguan keamanan dan ketentraman masyarakat.

Selain itu, Jaidi mengatakan, bantuan asing yang diberikan melalui Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) juga perlu dievaluasi. Sebab, selalu ada kemungkinan, bantuan tersebut disisipi oleh maksud dan kepentingan tertentu. "Yang mungkin saja berpotensi untuk memicu ketegangan dalam keberagaman keyakinan di Indonesia," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan, mengatakan, terdapat fenomena baru terkait ketegangan dalam keberagaman keyakinan. Konflik antar umat beragama di dunia maupun di Indonesia, menurutnya, bukan hal yang baru terjadi. Namun, saat ini, transmisi penyampaian konflik tersebut jauh berbeda. 

"Konflik tentang perbedaan, terutama agama menjadi berbeda karena transmisi kabarnya berbeda. Ketegangan akibat perbedaan pada abad ke-17 tidak akan memberikan efek ke seluruh belahan dunia. Tetapi, sekarang sekecil apapun masalah yang lahir karena ketegangan beragama menjadi masalah semua orang di belahan dunia mana pun," jelas dia.

Begitupun gesekan antar umat beragama di Indonesia. Robekan-robekan tentang perbedaan, ujar Anies, semakin melebar. Ia menganggap, Indonesia belum memiliki pengalaman dalam mengelola perbedaan. Sehingga, kajian yang muncul selalu terkait toleransi dan minoritas.

"Padahal bukan masalah toleransi, bukan pula kajian minoritas. Republik ini tidak dirancang untuk melindungi minoritas. Melainkan melindungi seluruh warga negara Indonesia, tanpa ada pandangan minoritas atau mayoritas," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement