Selasa 28 Aug 2012 22:06 WIB

UU Pemilu Bikin Kokoh Sistem Presidensiil

Pemilu, bentuk bentuk penerapan demokrasi.
Foto: en.wikipedia.org
Pemilu, bentuk bentuk penerapan demokrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Pakar hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Saifudin, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, diarahkan untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensiil.

"Penguatan sistem pemerintahan presidensiil itu telah menjadi salah satu kesepakatan dasar dalam amendemen UUD 1945," katanya pada lokakarya 'Memahami UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD', di Yogyakarta, Selasa (28/8).

Menurut dia, persoalan memang muncul dari partai-partai politik kecil, karena UU itu seakan merupakan 'malaikat maut' bagi partai politik yang tidak mencapai dukungan 3,5 persen suara sah secara nasional.

"Meskipun demikian, tidak bisa dielakkan adanya kesan diskriminatif dan ketidakadilan bagi peserta Pemilu 2014, karena terdapatnya peserta otomatis dari partai-partai politik yang telah masuk DPR melalui Pemilu 2009," katanya.

Dengan demikian, kata dia, lahirnya UU Pemilu itu masih sarat dengan kepentingan politik partai-partai politik yang sedang berkuasa. "UU Pemilu memang merupakan produk politik. Inilah dunia politik yang secara umum penuh dengan kepentingan untuk meraih kekuasaan," katanya.

Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Sumber Daya Manusia Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Mohammad Najib mengatakan UU Nomor 8 Tahun 2012 telah meningkatkan 'parliamentary threshold' (PT) menjadi 3,5 persen dan berlaku nasional.

"Peningkatan PT itu selain akan semakin membatasi jumlah partai politik yang dapat dilibatkan dalam distribusi kursi DPR, secara paralel juga akan membatasi jumlah partai politik di tingkat daerah untuk dilibatkan dalam distribusi kursi DPRD," katanya.

Menurut dia, hal itu karena syarat bagi partai politik untuk dapat dilibatkan dalam distribusi kursi DPRD adalah jika partai politik tersebut lolos ambang batas parlemen secara nasional.

"Akibatnya, akan tertutup kesempatan bagi partai politik dengan basis dukungan kuat di satu atau beberapa daerah saja, tetapi gagal menembus ambang batas 3,5 persen secara nasional untuk mendapatkan kursi DPRD," kata Najib.

Lokakarya Memahami UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD itu diselenggarakan Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta bekerja sama dengan Hanns Seidel Foundation (HSF) Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement