REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung, rata-rata pendatang di Kota Bandung mencapai 50 ribu orang setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan Kota Bandung menjadi magnet bagi penduduk daerah lain karena perekonomian yang berputar cepat dan hal lain yang dianggap menjanjikan.
Wali Kota Bandung Dada Rosada mengatakan, pihaknya kesulitan untuk menekan arus urbanisasi tersebut. Pasalnya, Bandung adalah kota yang bebas, sehingga tidak dapat melarang siapapun untuk masuk dan tinggal di Kota Bandung.
Beberapa cara, jelasnya, sudah dilakukan untuk menekan tingkat urbanisasi ini. "Mulai dari urusan surat-surat administratif hingga uang jaminan bagi pendatang," jelasnya saat acara halal bi halal di Cibaduyut, Jumat (24/8).
Dahulu, katanya, ada uang jaminan Rp 100 ribu bagi pendatang, tapi tidak ada yang mengambil kembali uang jaminan itu, artinya jarang sekali ada yang kembali ke kampung halamannya begitu sudah datang ke Kota Bandung. Operasi yustisi juga kerap dilakukan. Namun, pendatang tetap saja membludak.
"Persoalannya, setiap kota bukanlah kota yang tertutup. Konsep Bandung agamis misalnya, sebagai salah satu miniatur NKRI, baik Islam dan non Islam, Sunda dan non Sunda, semua bebas masuk," jelasnya.
Upaya lain yang dilakukan, ungkap Dada, yakni bekerja sama dengan daerah lain untuk melakukan transmigrasi. "Kita kirim ke beberapa daerah seperti Lampung dan Kalimantan," jelasnya. Dada mensyaratkan, meskipun Bandung kota yang terbuka, pendatang dapat masuk jika mengikuti budaya Bandung. "Misalnya mengikuti budaya bersih tertib dan gotong royong pasti pendatang merasa nyaman nantinya," ujarnya.