REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Berlarutnya persoalan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri dalam penanganan kasus simulator SIM tak lepas dari ketidaktegasan presiden. "Presiden tidak mau turun tangan memerintahkan Polisi menyerahkan kasus ke KPK," kata Ketua Kaukus Anti-Korupsi DPD, I Wayan Sudirta saat diskusi "Sengketa KPK-Polri: Siapa Menangguk Untung?", Jumat (10/8), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Sudirta mengatakan,Polri tidak pantas menangani perkara korupsi proyek pengadaan simulator SIM. Pasalnya menurut dia KPK lebih dahulu menyelidiki kasus ini dibandingkan Polri. "KPK menyelidiki pada Januari Kepolisian bulan Mei," ujarnya. Di tingkat penyidikan, KPK juga telah memulai sejak 27 Juli. Baru kemudian Polri menyusul.
Semangat Polri mengambil alih kasus ini, menurut Sudirta, dapat dibaca publik sebagai semangat membela korps. Artinya, publik ragu polisi mampu menangani kasus ini secara objektif dan tuntas. "Buktinya janji Polri menangani kasus rekening gendut tak pernah dituntaskan," ujar Sudirta.
Sudirta mengatakan semakin Polri ngotot menangani kasus Simulator SIM, kecurigaan publik terhadap Polri semakin kuat. Publik akan bertanya-tanya apa kepentingan Polri di balik kasus ini, sehingga begitu ngotot ingin menangani kasus meski mengorbankan citra mereka.
Kasus Simulator SIM menurut Sudirta jangan dilokalisir dalam perkara suap semata. Kasus ini juga mesti ditelisik dari sisi pidana pencucian uang. Paslanya bukan tidak mungkin aliran dana dari kasus ini mengalir ke berbagai kalangan seperti politikus atau perwira Polri lainnya. "Kepolisian harus mendukung upaya KPK menangani kasus ini dan menyerahkan semua bukti terkait ke KPK," papar Sudirta.