Kamis 26 Jul 2012 21:12 WIB

BPOM Sulit Kontrol Peredaran Zat Makanan Berbahaya

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Karta Raharja Ucu
Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memeriksa makanan (jajanan) yang dijual di lingkungan sekolah, Kampung Bali, Jakarta Pusat, Rabu (14/3). (Republika/Aditya)
Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memeriksa makanan (jajanan) yang dijual di lingkungan sekolah, Kampung Bali, Jakarta Pusat, Rabu (14/3). (Republika/Aditya)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih banyaknya pedagang nakal yang diam-diam memakai, dan menjual zat makanan berbahaya, membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kesulitan mengontrol peredaran zat makanan berbahaya. Demikian yang dikatakan Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BPOM Jakarta, Alex Agustin.

Alex menyatakan, zat makanan berbahaya terutama borax dan formalin banyak dijual di warung-warung kecil dan harganya murah. "Kebanyakan mereka menjual secara diam-diam, dan yang beli adalah pelanggan tetap. Kalau ada pembeli baru biasanya mereka menutupi," ujarnya di Jakarta, Kamis (26/7).

Selain itu, lanjut Alex, dalam beberapa kasus banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa itu adalah borax. Sebab, di beberapa daerah borax memiliki nama yang berbeda-beda, misalnya bleng dan pijer.

"Kami melakukan kerjasama dengan Kementrian Perdagangan dan Perindustrian untuk mengawasi peredaran zat makanan berbahaya tersebut. Pemasok-pemasok borax dan formalin sudah kami awasi namun masih ada oknum nakal yang diam-diam menyelundupkan bahan tersebut. Oknum inilah yang sulit kami telusuri," ujar Alex.

Lebih lanjut Alex menambahkan, jika zat berbahaya tersebut sering dikonsumsi, akan menyebabkan pemicu kanker dan ginjal. Untuk itu, ia mengimbau para konsumen untuk lebih berhati-hatÍ dalam memilih makanan.

"Jangan memilih makanan yang warnanya terlalu terang, karena makanan yang warnanya terang tersebut cenderung memakai zat pewarna nonmakanan yang berbahaya," ujarnya menandaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement