REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA - Pengacara senior asal Surabaya, Trimoelja D. Soerjadi mengatakan bahwa sumbangan uang dari berbagai pihak untuk pembangunan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan gratifikasi.
"Sesuai undang-undang tentang korupsi, dinamakan gratifikasi kalau diberikan kepada pejabat. Sedangkan dalam kasus ini, KPK bukan termasuk pejabat melainkan sebuah institusi," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Selasa.
Sumbangan berupa uang dari berbagai pihak di Indonesia untuk pembangunan gedung KPK sampai saat ini masih mengalir dan menuai pro dan kontra. Tidak sedikit juga yang menyangka hal itu merupakan bentuk dari sebuah gratifikasi dan bermuatan korupsi.
Namun, menurut Trimoelja, tindakan tersebut merupakan gerakan spontan yang sedikit banyak menyindir para wakil rakyat di DPR RI karena dinilai lamban melakukan penganggaran.
"Sehingga, untuk menjauhkan dari kontroversi maka KPK tidak mau mengelola uang hasil sumbangan dan diserahkan ke lembaga swadaya masyarakat yang menangani korupsi, semisal 'Indonesia Corruption Watch' (ICW)," kata mantan pengacara kasus yang melibatkan Bibit-Chandra tersebut.
Nantinya, lanjut dia, usai dana terkumpul tentu harus ada bentuk pertanggungjawaban dan diaudit oleh kantor akuntan publik. Selain itu, bisa saja uang diserahkan dari ICW ke Kementerian Keuangan RI dan menjadi sebuah pendapatan negara bukan pajak.