REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali bakal menindak tegas penanggung jawab proyek pengadaan Alquran jika ditemui pelanggaran. "Kalau memang terjadi korupsi pengadaan Alquran sangat keterlaluan. Jika ditemui pelanggaran, yang berkaitan akan diberhentikan," tegas Menag, Senin (25/6).
Dia pun mengaku terkejut ketika berita media massa mengekspos pejabat dan tuduhan awal dugaan korupsi pengadaan Alquran. Kekagetannya bertambah saat gembar-gembor kabar itu mengarah pada Wakil Menteri Agama (Wamenag), Nasaruddin Umar, yang sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag.
Apalagi, lanjutnya, angka yang disebutkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak sesuai kenyataan. Maka, dibentuklah tim audit dari Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemenag yang beranggotakan tiga orang. Mereka bertugas menginvestigasi jumlah, harga kontrak, dan anggaran serta kuantitas cetak.
"Bisa saja terjadi efisiensi yang kemudian dimanfaatkan untuk penambahan volume Alquran. Kita persilakan KPK juga ikut meneliti dan memeriksa ke dalam. Kemudian dilakukan proses hukum jika ditemukan pelanggaran," sebut Menag.
Peran Komisi VIII DPR dalam proses pengadaan Alquran juga krusial dalam penetapan anggaran. "Fungsi legislatif dalam budgeting kita laksanakan tiap mitra ingin membahas penganggaran. Ketika Kemenag meminta Alquran tak ada alasan menolaknya karena manfaat kitab suci sebagai pembinaan umat," ungkap Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Jazuli Juwaeni.
Dalam batas itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera ini memastikan jika para anggota Komisi VIII tidak ikut-ikutan menentukan besaran maupun melakukan pengawasan teknis. Fungsi tersbut, ujarnya, dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan. "Kita bukannya cuci tangan. Tapi, kita sebatas jika ada laporan indikasi pelanggaran, ya dikroscek," ungkapnya.
Dia cukup memastikan mendorong KPK melaksanakan tugas penyidikan dan pencegahan. Pemanggilan bagi Kemenag dinilainya baru pantas dilakukan jika anggota dewan telah memiliki bukti kuat ataupun informasi kepastian posisi hukum dugaan tersebut. "Sampai saat ini belum ada pihak Kemenag yang kita panggil karena dugaan-dugaan saja yang masih muncul, maka kita tak boleh memvonisnya."