Senin 25 Jun 2012 09:30 WIB

Empat Situs di Bali Tunggu Pengakuan UNESCO

Rep: Andi Nur Aminah/ Red: Dewi Mardiani
Area pertanian di Bali dengan sistem pengairan subak.  Ilustrasi
Foto: balitropic.info
Area pertanian di Bali dengan sistem pengairan subak. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, TABANAN -- Setelah Subak mendapat pengakuan UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia (World of Heritage), pemerintah Provinsi Bali masih mengajukan beberapa situs sejarahnya untuk mendapat pengakuan salah satu badan di PBB ini. Menurut Wiwik Dharmiasih, dosen FISIP Universitas Udayana Bali, empat kawasan tersebut tersebar di lima kabupaten yang ada di Bali.

Nominasi yang diajukan tersebut adalah Pura Ulun Danau Batur dan Danau Batur di Kabupaten Kintamani; Kerajaan Air di kompleks Pura Taman Ayun, Kabupaten Badung; landskap Subak di kawasan Daerah Aliran Sungai Pakerisan, Kabupaten Buleleng; dan sistem irigasi tradisional Subak, di Caturangga Batukaru, Kabupaten Tabanan.

Menurut Wiwik, kawasan yang dinominasikan tersebut semuanya menerapkan konsep yang Yang dikenal masyarakat Bali sebagai Tri Hita Karana. Konsep ini bermakna tiga kebahagiaan dalam hidup. Dari ke empat situs tersebut, menurut Wiwik, ada dua sistem Subak. ''Konsep Tri Hita Karana yang real di Bali itu memang adalah Subak,'' ujar Wiwik di sela acara World Heritage Education yang digelar Unesco bersama English First, di Bali, Senin (25/6).

Sebetulnya, kata Wiwik, pengajuan empat kawasan tersebut sudah dilakukan sejak 1998. Namun, semuanya belum memenuhi persyaratan UNESCO. Setelah dilakukan beberapa perbaikan, pengajuan kembali dilakukan pada 2010. Menurut Wiwik, ada beberapa kawasan yang ditolak UNESCO dengan alasan wilayahnya sudah terlalu komersil.

Akhirnya, kata Wiwik, langkah memperkecil kawasan kemudian dilakulan, salah satunya terhadap kawasan Pura Taman Ayun. ''Kawasannya kita perkecil lagi karena memang di situ sudah banyak pasar dan pemukiman,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement