REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Kementerian Agama meminta pimpinan ormas keagamaan Islam mengesampingkan ego jelang penentuan awal bulan Qomariyah termasuk Ramadhan dan Syawal. Lantaran meski upaya sidang itsbat dilakukan, pihak ormas acapkali mendahului ketentuan dari pemerintah.
"Pemerintah sudah memfasilitasi berbagai pihak, Presiden sudah instruksikan, kita sudah berusaha selama tujuh tahun. Tapi, selalu saja temanya sama betapa susahnya menyatukan umat pascareformasi,"ungkap Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar saat membuka Sidang Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Tahun 2012, Senin (18/6).
Selain instruksi langsung, sebenarnya keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah menegaskan seluruh umat Islam di Indonesia wajib mengikuti ketetapan pemerintah berdasarkan metode rukyah dan hisab.
Sayangnya, lanjut Nasaruddin, kalangan perwakilan ormas yang telah diajak berunding dimentahkan oleh sikap pemimpinnya.
"Perlu langkah lebih lanjut untuk meyakinkan para pimpinan ormas ini untuk menghindari keberpihakan dan kecurigaan umat,"paparnya.
Nasaruddin meminta setiap pihak memetik hikmah pengalaman dari negara berpenduduk Muslim lainnya. Bila dibandingkan di Indonesia, penetapan bulan-bulan krusial tadi tak pernah menetapkan atas nama ulil amri.
"Bahkan pemerintah hanya terkesan mengamini argumen ormas-ormas keagamaan semata,"ujar Nasaruddin. Padahal, pihaknya tak pernah bersikap sepihak dalam mengambil keputusan. Pertimbangannya selalu melibatkan para ulama.
Nasaruddin sampai menyebutkan jika peranan sebagai pimpinan umat berdasar mahzab Syafii dan Hambali ditegaskan harus dipatuhi keputusannya bila tak ada kata sepakat dari perwakilan umat.
"Jadi, saya minta ormas jangan menetapkan dulu jatuhnya penetapan bulan Qomariyah ke publik sebelum keluar ketetapan dari pemerintah,"harap Nasaruddin.