REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III Bidang Hukum, Nasir Jamil menyatakan peluang Yusril memenangkan gugatan di PTUN terkait grasi Scapple Leigh Corby dan Peter Achim Franz Grobmaan yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat bergantung pada cara pandang hakim. "Secara hukum peluangnya 50:50," kata Nasir di Jakarta, Kamis (7/6).
Menurut Nasir, dalam koteks legal formal, pemberian grasi oleh SBY sudah benar. Sayangnya, secara sosiologis hukum pemberian grasi itu masih bisa diperdebatkan secara serius.
Dikatakan Nasir, kendati Presiden memiliki hak memberikan grasi, namun menurutnya grasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 tahun 2010 harus mempertimbangkan azas keadilan.
Dalam konteks itu pemberian grasi lebih ditekankan kepada narapidana yang mengalami sakit keras sehingga tidak bisa lagi menjalani hukuman di tahanan. Melihat kondisi Corby dan Grobmaan yang masih waras, pemberian grasi itu bisa dikatakan bertentangan dengan semangat UU Nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi.
Sebelumnya Yusril menerangkan, pemberian grasi kepada Grobmaan dan Corby bertolak belakang dengan Undang-undang Dasar 45, UU Narkotika, dan UU Pengesahan Konvensi PBB tentang Narkotika dan PP No 28/2006 mengenai Pengetatan Pemberian Remisi kepada narapidana korupsi, terorisme, narkoba dan kejahatan trans-nasional terorganisir.
Dia menambahkan, grasi Presiden Nomor 22/G Tahun 2012 tanggal 15 Mei 2012 dan grasi Presiden Nomor 23/G Tahun 2012 tanggal 15 Mei 2012 itu juga bertentangan dari sisi azas umum pemerintahan yang baik. "Grasi ini tidak mencerminkan azas profesionalitas, keadilan, dan kepastian hukum," ujar Yusril.
Berangkat dari sejumlah alasan tersebut Yusril yakin gugatannya akan dimenangkan hakim PTUN. Jika keyakinan Yusril terbukti, maka ini menjadi gugatan Yusril ketujuh terhadap presiden yang dimenangkan pengadilan.