REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (5/6), akan memustuskan perkara judicial review (Pemohon uji materi) Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 Pasal 10 tentang Kementerian Negara yang mempermasalahkan posisi wakil menteri.
Denny Indrayana, wakil Menteri Hukum dan HAM menyatakan siap kembali ke kampus jika MK memutuskan untuk mengabulkan gugatan pihak penggugat. "Kalaupun nanti dibatalkan (posisi wakil menteri), saya balik ke kampus UGM," kata Denny di kantornya, Selasa (5/6) pagi.
Menurut Denny, ia siap dengan apapun keputusan MK. Jika seandainya MK mengabulkan pihak penggugat, maka bukan masalah baginya. "Seperti lagu Bob Marley, No Woman No Cry nah kalau saya No Wamen No Cry," kata Denny.
Denny enggan soal peluang keberadaan posisi wakil menteri itu. Ia hanya berpendapat bahwa ia menilai hakim konstitusi sangat berpengalaman dan sudah tahu duduk persoalannya. "Saya tidak punya prediksi apapun bagaimana putusannya. Tapi saya melihat hakim MK sangat berpengalaman," kata Denny.
Nasib belasan wakil menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II bakal ditentukan hari ini. Nasib mereka bakal diputus Mahkamah Konstitusi melalui sidang gugatan Undang-undang Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara.
Jabatan belasan wakil menteri dianggap bertentangan dengan konstitusi yakni pasal 17 UUD 1945. Adalah Gerakan Nasioanal Pemberantasan Korupsi Pusat yang mengajukan gugatan tersebut. Adi Warman sang ketua dan TB Imamuddin mempertanyakan Pasal 10 Undang-undang Kementerian Negara.
UU tersebut memberi kewenangan kepada Presiden untuk mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Adi dan Imam menilai Pasal 10 UU Kementreian Negara bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945. Sebab, konstitusi tidak menyebut mengenai posisi wakil menteri.
Sejumlah saksi ahli pun sudah dipanggil MK. Sebut saja Bagir Manan bekas Ketua MA, Yusril Ihza Mahendra bekas Menteri Hukum dan HAM, Adnan Buyung Nasution, Menteri Amir Syamsuddin, dan bekas calon wakil menteri Anggito Abimanyu.