Ahad 03 Jun 2012 20:21 WIB

Penutupan Impor via Tanjung Priuk Belum Final

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Hafidz Muftisany
Kegiatan bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kegiatan bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah memberi sinyal masih akan membuka Pelabuhan Tanjung Priuk untuk beberapa negara. Wakil menteri pertanian Rusman Heriawan menuturkan pemerintah masih akan membahas peraturan teknis mengenai penutupan Tanjung Priuk per 19 Juni mendatang.

"Kami masih terus bahas. Pekan depan sebelum tanggal 19 Juni bersama Menko," ujar Rusman, Ahad (3/6).

Ia mengungkapkan salah satu instrumen yang akan dipakai yakni MRA. Bagi negara yang memiliki sertifikat layak atau produknya terpercaya, mungkin masih diizinkan untuk mengimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priuk.

Selama ini, Amerika, Australia, Selandia Baru dan Kanada memiliki sertifikat MRA. Ia menuturkan, sertifikat MRA cukup membantu karena buah-buahan sudah diuji di negara asal. "Kami tidak membuka untuk yang lain karena fasilitas di Tanjung Priuk tidak mencukupi untuk karantinanya," ujar Rusman.

Ia membantah adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu perihal dibukanya Tanjung Priuk untuk negara tertentu. Rusman mengatakan beberapa negara lain seperti Thailand dan Inggris juga berminat untuk memiliki sertifikat MRA yang sama.

Wakil menteri perdagangan Bayu Krisnamurthi menuturkan kapasitas layanan di Tanjung Priuk masih dibenahi. Bayu menjamin kemampuan Tanjung Priuk makin meningkat.

"Ini membuat kita bisa menangani hal-hal yang terkait dengan risiko importasi hortikultura secara konsisten," ujar Bayu.

Bayu mengungkapkan Indonesia akan membentuk agreement dengan negara-negara lain pemeriksaan dan penjaminan kualitas. Indonesia harus tahu lokasi perkebunan, waktu panen dan transportasi yang digunakan sehingga buah bisa sampai ke Indonesia.

"Kalau itu bisa terjadi, maka itulah best practice di seluruh dunia yang coba kita tingkatkan," ujar Bayu. Namun, Bayu mengingatkan kesepakatan MRA dengan negara-negara itu perlu dikaji ulang mengingat masa berlakunya tidak lama lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement