REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR -- Proses mediasi yang dilakukan antara warga dengan pihak Perkebunan Nyunyur Desa Soso, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, di balai desa setempat, Kamis, nyaris ricuh.
Kepala Polsek Gandusari, Kabupaten Blitar, AKP Bambang Gunawan, mengemukakan proses mediasi itu sempat diwarnai adu mulut dan aksi pengusiran antara warga dengan sejumlah aktivis pendamping warga desa kelompok panitia redistribusi tanah.
Selain warga Desa Soso, warga desa setempat juga dilarang kelompok lain masuk ke dalam ruangan rapat di balai desa. "Pengusiran itu tidak disetujui oleh warga Perkebunan Nyunyur, sehingga diadakan mediasi dengan melibatkan sesama warga Desa Soso," katanya mengungkapkan.
Ia mengatakan, mediasi itu dilakukan untuk menemukan jalan keluar setelah habisnya hak guna usaha (HGU) perkebunan yang dikelola oleh PT Kismohandayani dari Surabaya tersebut sejak 2010. HGU dari perkebunan itu tidak diperpanjang, sehingga menimbulkan perpecahan di antara warga desa di perkebunan. Hal ini menimbulkan kelompok-kelompok kecil yang ingin menguasai lahan perkebunan.
Adanya kelompok-kelompok itu tentunya membuat hubungan di antara warga di desa itu juga renggang. Bahkan, ada sebagian warga Desa Soso yang merusak dan menebang pohon di perkebunan yang diklaim sebagai lahan miliknya.
Terdapat dua orang panitia redistribusi tanah yaitu Galih dan Karni. Keduanya sempat melakukan intimidasi dan mengusir warga perkebunan, sehingga memicu kemarahan warga desa lainnya.
Meski mediasi tetap dilakukan, namun belum ada jalan keluar terbaik. Proses pertemuan di antara kelompok-kelompok yang bersengketa itu belum membuahkan hasil dan akan dilakukan mediasi susulan.
Pemerintah Kabupaten Blitar berjanji akan menindaklanjuti masalah sengketa lahan perkebunan tersebut. Pemerintah akan memanggil pihak-pihak yang berkepentingan demi jalan keluar terbaik.
"Kami akan memanggil perwakilan dari perkebunan maupun warga tentang masalah ini. Kami berharap, semua bisa menahan diri," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Blitar Joni Setiawan.
Pihaknya mengatakan, memang memerlukan waktu untuk masalah perkebunan, terlebih lagi program redistribusi tanah. Hal itu adalah masalah yang cukup sensitif, hingga memang harus dipikirkan dengan bijak.