REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Tatang Kurniadi mengatakan, analisis data dalam FDR paling cepat diperkirakan selesai lebih lama dari Cockpit Voice Recorder' (CVR).
"Analisis FDR lebih lama karena sifatnya yang lebih teknis dari data-data penerbangan," kata Tatang usai konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (31/5).
Oleh karena itu, ia mengatakan analisis FDR akan melibatkan banyak pihak, antara lain KNKT, analis penerbangan dan teknisi berpengalaman.
"Jika dibandingkan dengan analisis 'Cockpit Voice Recorder' (CVR) lebih cepat dilakukan dan bahkan telah selesai ditranskripsikan dalam waktu sekitar satu minggu setelah ditemukan pada 16 Mei lalu," katanya.
Menurut dia, proses selanjutnya setelah dua bagian dari "black box" CVR dan FDR Pesawat Super Jet 100 ditemukan adalah menganalisis keduanya untuk kemudian diperoleh "penyebab yang paling mendekati" kecelakaan pada 9 Mei lalu.
"Semoga proses analisisnya berjalan dengan lancar dan 'the most probable cause' terjadinya kecelakaan bisa diketahui," katanya.
Tatang mengatakan penggunaan istilah "penyebab yang paling mendekati" karena dalam kecelakaan pesawat yang tidak meninggalkan saksi hidup semuanya menjadi serba mungkin.
"Karena itulah kita hanya bisa berharap pada data-data yang ada di dalam 'black box' untuk mendapatkan alasan yang paling mendekati," katanya.
FDR ditemukan di lokasi kejadian kecelakaan pesawat di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (30/5) oleh anggota elemen masyarakat dari Tim SAR Gabungan yang khusus ditugaskan mencari bagian kotak hitam pesawat Sukhoi Super Jet 100.