REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus suap Wisma Atlet SEA Games dan korupsi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Angelina Sondakh, sulit menjadi seorang justice collaborator. Istilah ini untuk pelaku kejahatan korupsi yang bekerja sama dengan lembaga penegak hukum.
Kesaksian Angelina yang pernah disampaikan pada persidangan terdakwa M Nazaruddin menyulitkannya sebagai justice collaborator. "Mana mungkin Angelina jadi justice collaborator," kata mantan Hakim Agung Benjamin Mangkoedilaga dalam diskusi Sistem Hukum Justice Collaborator Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (16/5).
Menurut Benjamin, Angelina pernah bersaksi pada persidangan dengan terdakwa Nazaruddin. Sehingga, apapun keterangan yang diberikan Angelina kepada penyidik KPK tidak akan berubah. Jika Angelina memberikan kesaksian yang berbeda kepada penyidik dengan kesaksiannya saat persidangan, maka hal tersebut akan beresiko dan merugikan Angelina. Pasalnya, kesaksian Angelina di pengadilan ada di bawah sumpah.
"Kalau dia memberikan kesaksian yang berbeda kepada penyidik maka ia akan disebut memberikan kesaksian yang palsu saat di persidangan dan itu ancaman pidana," kata Benjamin.
Benjamin memperkirakan, Angelina akan memberikan keterangan kepada penyidik maupun hakim saat di persidangan nanti yang cenderung menguntungkan dirinya sendiri. Namun, dalam persidangan, derajat keterangan Angelina berada di nilai terbawah dalam pandangan hakim.
"Hakim lebih menilai tinggi keterangan saksi dan bukti-bukti materil, ketimbang Angelina jika dia sudah menjadi terdakwa. Karena keterangannya pasti akan cenderung menguntungkan dirinya sendiri," kata Benjamin.