REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Selain memeriksa Wakil Ketua DPR Anis Matta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/5), juga memeriksa tersangka kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infratsruktur Daerah (DPPID) Wa Ode Nurhayati.
Namun, KPK tidak mengkonfrontasi mereka berdua. Anis Matta tiba lebih dulu pada pukul 09.30 WIB menggunakan Toyota crown hitam bernomor polisi RI 45. Anis tidak langsung masuk keruang penyidikan, Ia memilih masuk keruang wartawan untuk memberikan klarifikasi kepada media terkait tudingan Wa Ode kepadanya.
"Saya hadir sebagai warga negara untuk memenuhi panggilan KPK. Sebagai warga negara saya punya kewajiban moral untuk memberikan keterangan, dokumen kepada KPK sepanjang itu dibutuhkan. Disini saya bawa CV saya, kronologinya, surat dari Menkeu, surat dari Banggar dan surat balasan dari pimpinan DPR ke Menkeu," kata Anis saat memberikan keterangan di ruang pers KPK.
Anis menilai dalam kasus Wa Ode ada dua persoalan, pertama soal pribadi Wa Ode sebagai Anggota Banggar dari PAN yang diduga menerima suap dan kasusnya dikembangankan menjadi TPPU. Kedua adalah mekanisme pembahasan APBN tahun anggaran 2011.
"Dalam kronologi dan surat saya sebagai Wakil Ketua DPR bidang ekonomi keuangan hanya meneruskan surat jawaban klarifikasi pimpinan Banggar kepada Menkeu, sesuai permintaan Banggar dan mekanisme internal DPR di mana kalau ada surat keluar harus melalui pimpinan," ujarnya.
Wa Ode datang sekitar 20 menit kemudian atau sekitar pukul 09.50 WIB. Berbeda dengan Anis, Wa Ode memilih tidak berbicara kepada wartawan dan langsung masuk ke dalam kantor KPK.
Meskipun memeriksa Wa Ode dan Anis, Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, tidak ada rencana untuk mengkonfrontir Anis dengan Wa Ode dalam pemeriksaan hari ini. "Tidak ada rencana itu (konfrontir), nggak ada," ujar Johan melalui pesan singkatnya, Kamis (3/5).
KPK menetapkan Wa Ode sebagai tersangka kasus DPID. Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini disangka menerima suap sebesar Rp 6 miliar dari pengusaha Fahd A Rafiq, melalui pengusaha Haris Surahman. Dalam pengembangan kasus ini, KPK juga menetapkan Wa Ode sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang.
Seusai diperiksa di KPK pada 18 April, Wa Ode menyatakan, dalam kasusnya, penyalahgunaan jelas terjadi dalam proses surat-menyurat, yang kemudian merugikan kepentingan daerah. Hal itu mulai dari Anis.
"Anis Matta cenderung memaksa meminta tanda tangan Menkeu untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan rapat Banggar," kata Wa Ode.
Wa Ode juga mengatakan ada pelanggaran prosedural yang dilakukan mulai dari pimpinan DPR hingga pimpinan Banggar terkait pengalokasian dana PPID. Menurut dia, ada kriteria yang dilanggar untuk menentukan daerah-daerah yang berhak menerima dana PPID.
"Secara sepihak, kriteria itu diruntuhkan tanpa rapat panitia kerja lagi oleh empat pemimpin, kemudian dilegitimasi Pak Anis Matta," ujarnya.