REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar, mengatakan, wisata syariah sudah banyak dilakukan masyarakat. Namun dalam perkembangannya, perlu adanya brand untuk menunjang. Menurut Sapta, wisata syariah sangat luas. Tak hanya wisata ziarah, namun juga wisata sejarah Islam, kuliner, hingga fesyen muslim.
Semua itu, kata dia, perlu branding agar dapat dikenal lebih luas dan menjadi khas. "Sekarang zamannya branding, zaman pakai merk. Misal makanan, makanan enak, halal, penyajiannya Islami, perlu brand. Contoh makanan ayam, biasa saja, banyak, tapi setelah Ayam Mbok Berek, kan beda," ujarnya usai acara wisuda Unissula, di Semarang, beberapa waktu lalu.
Hal ini, sambungnya, termasuk fesyen muslim yang kini tengah diminati. Sapta mengatakan, fesyen nilai tambahnya tinggi. Dahulu orang takut mengenakan pakaian muslim, namun sekarang sudah banyak gaya dan bahkan mahal.
"Sekarang membanggakan dan mahal. Mahal di sini, karena bahan, kreativitas dan brand. Brand dari siapa disainernya. Sekarang baju koko juga ada yang murahan ada yang mahal. Mukena, orang-orang Malaysia gak bisa pakai mukena polos, harus berenda. Ini peluang industri kreatif. Ini salah satu industri kreatif di dalam wisata syariah yang bisa kita kembangkan," ujar Sapta.
Bahkan untuk fashion show, Indonesia telah menampilkan pakaian muslim di Timur Tengah hingga kota fesyen, Paris. "Enam jutaan penduduk Prancis beragama Islam. Pada 31 Mei nanti juga kita gelar fashion show di Malaysia," tutur wamen. Menurutnya, fashion menjadi penting karena yang didapat dari pakaian-pakaian muslim tersebut mencapai angka triliyun.
Secara umum, pariwisata Indonesia mengalami kemajuan secara signifikan. Pada tahun 2011 tercatat sebanyak 7,6 juta wisata mancanegra datang ke Indonesia. Angka ini meningkat 9,24 persen dibanding tahun 2010. Pencapaian ini pun lebih tinggi dari angka pertumbuhan wisman di ASEAN yang hanya 9,20 persen atau di Asia Pasifik yang pertumbuhannya sebesar 5,6 persen. Bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan wisata dunia yang tercatat sebesar 4,4 persen.