Sabtu 21 Apr 2012 15:29 WIB

UU Pemilu 2014 Masih Jauh dari Harapan

Acara kampanye damai Pemilu 2009/Ilustrasi
Foto: Republika
Acara kampanye damai Pemilu 2009/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Undang-Undang (UU) Pemilu tahun 2014 yang merupakan perbaikan UU No 10 tahun 2008 telah diputuskan melalui voting oleh DPR, namun disayangkan belum sepenuhnya menjamin kualitas anggota legislatif yang terpilih benar-benar dapat diandalkan.

"UU Pemilu yang baru itu masih jauh dari harapan," kata Ketua Badan Perwakilan Komite Nasional Pemuda Indonesia (BP KNPI) Malaysia, Sagir Alva menanggapi keluarnya UU Pemilu tahun 2014 kepada ANTARA di Kuala Lumpur, Sabtu (21/4).

Menurut dia, pemilu merupakan pesta demokrasi rakyat lima tahunan yang sudah sewajarnya diseriusi oleh para elit politik di Tanah Air, jangan sampai output yang dihasilkan dari pemilu hanya merupakan 'pepesan kosong' dan hanya menguntungkan bagi segelintir golongan saja.

Diakuinya bahwa untuk mencapai tujuan pemilu dalam menghasilkan para wakil rakyat yang berkualitas dan membela kepentingan rakyat mestilah disediakan instrument yang baik, salah satunya adalah melalui perbaikan UU No 10 tahun 2008.

Namun sangat disayangkan UU ini masih belum sepenuhnya akan menjamin kualitas dari anggota legislatif yang terpilih benar-benar dapat diandalkan. Ini mengingat apa yang ada didalam UU tersebut secara substantif masih sama dengan UU No 10 tahun 2008.

Dalam UU ini dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk calon DPR ataupun DPD adalah orang yang tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Adapun melakukan tindak pidana ancamannya adalah pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Hal ini memperlihatkan bahwa orang telah melakukan pidana dengan pidana penjara dibawah lima tahun masih dapat dicalonkan.

Seharusnya, menurut Sagir, para pembuat UU di DPR tidak hanya fokus pada penghitungan kursi, alokasi suara, ambang batas atau parliamentary threshold (PT), karena pada dasarnya masih ada hal-hal krusial yang masih perlu diperbaiki dari UU No 10 tahun 2008.

"Seperti tentang pengelolaan dan laporan dana kampanye ke KPU yang masih rawan untuk dipermainkan dan diakali oleh para peserta pemilu," ungkapnya.

Dengan kondisi seperti ini, KNPI masih pesimis bahwa pemilu tahun 2014 akan berjalan baik dan juga menghasilkan wakil rakyat di DPR, DPRD ataupun DPD dengan kualitas yang baik.

Meskipun demikian BP KNPI Malaysia masih menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan oleh para pembuat UU di DPR, karena telah berhasil menelurkan angka 3,5 persen untuk ambang batas atau parliamentary threshold.

Bagi partai-partai kecil, angka 3,5 persen untuk PT sangat merugikan dan angka ini sangat besar dibandingkan pada pemilu 2009.

Namun ini mesti dilihat dari sisi positifnya, dimana dengan adanya PT yang 3,5 persen maka ini dapat dijadikan seleksi alam bagi partai-partai peserta pemilu, sehingga jumlah partai peserta pemilu dapat berkurang.

Dengan berkurangnya partai peserta pemilu, maka anggaran yang diperlukan untuk pemilu akan berkurang, karena jumlah partai yang menerima subsidi telah berkurang.

Disamping itu, dengan semakin berkurangnya jumlah partai, maka ini akan memperkuat sistem presidensil yang dilaksanakan di negara kita, karena berkurangnya tarik ulur antar partai.

Dengan begitu pemerintah diharapkan lebih fokus dalam menjalankan roda pemerintahnya dan melakukan pembangunan. "Bagi saya, idealnya jumlah partai yang ikut pemilu cukup berjumlah tujuh saja," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement