REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan (APPI) menilai Gubernur DKI Jakarta tidak transparan.
Mereka menilai Gubernur DKI Jakarta tidak pro dengan pemberantasan korupsi. Hal ini dibuktikan dengan adanya SK Gubernur No. 1971 tahun 2011 tentang Informasi yang Dikecualikan (dirahasikan) di lingkungan Pemrov Jakarta.
Dalam SK itu, dokumen pertanggungjawaban keuangan daerah seperti Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Keuangan, tiket, kwitansi, bukti pembayaran, dokumen lelang, surat perjanjian kerjasama (SPK) pengadaan barang dan jasa termasuk sebagai informasi yang dikecualikan dan tidak dapat diakses oleh publik.
Keputusan gubernur tersebut dikhawatirkan akan memperluas praktek korupsi dalam pengelolaan keuangan DKI selama ini. Upaya publik untuk mengumpulkan bukti-bukti indikasi korupsi, terutama terkait dengan dokumen pertanggungjawaban keuangan daerah juga selalu ditolak Pemrov Jakarta. Pemrov beralasan bahwa data tersebut merupakan dokumen rahasia.
Selain itu, SK Gubernur ini juga bertentangan dengan UU KIP (UU No. 14 tahun 2008) terutama terkait dengan dokumen pertanggungjawaban keuangan daerah. Padahal KIP telah menetapkan bahwa dokumen pertanggungjawaban keuangan daerah termasuk SPJ dan kuitansi merupakan informasi publik. Hal ini sepanjang hasil audit atas pengelolaan keuangan daerah tersebut telah dilaporkan BPK ke DPRD Jakarta.
Dalam pasal 18 ayat 1 g UU KIP dinyatakan bahwa “tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi lain sebagaimana dimaksud dengan pasal 11 ayat 2".
Sementara itu, pasal 11 ayat 2 UU KIP menyatakan bahwa “informasi publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dinyatakan sebagai informasi publik yang dapat diakses oleh pengguna informasi publik". Oleh karena itu, terkait dengan masalah ini, ICW dan APPI mendesak Gubernur DKI untuk merevisi SK tersebut.