REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Angka kematian ibu dan bayi di Jawa Barat hingga saat ini masih tertinggi di Indonesia. Bahkan, trennya meningkat.
Pada 2010, kasus kematian ibu di Jabar sebanyak 794 kasus dan bayi sekitar 4.987 kasus. Sementara, di 2011 meningkat menjadi angka kematian ibu sebanyak 837 kasus dan bayi 5.201 kasus.
''Jabar sudah berupaya setengah mati untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak tapi angkanya selalu besar,'' ujar Kepala Dinas Kesehatan Jabar, Alma Lucyati, kepada wartawan usai Peluncuran Program Expanding Maternal Neonatal Survival (EMAS) USAID, Selasa (18/4).
Alma menjelaskan, Jabar selalu menjadi penyumbang terbesar angka kematian ibu dan anak karena jumlah penduduknya besar dibandingkan daerah lain.
Padahal, kalau dilihat secara prosentase dengan daerah yang penduduknya sedikit, kasus di Jabar sebenarnya kecil. ''Memang perlu special treatment (penanganan khusus) untuk menekan angka kematian ibu dan anak di Jabar,'' kata Alma.
Oleh karena itu, lanjut dia, bantuan dari USAID EMAS berupa technical assistance, sangat diperlukan. Karena, tingginya angka kematian ibu dan anak itu terjadi jangan-jangan karena data yang belum akurat. Penyebab lainnya, budaya dan infrastruktur. ''Program yang diberikan EMAS ini benar-benar fokus ke penyebab kematian ibu dan anak,'' tegas Alma.
Menurut Wakil Gubernur Jabar, Dede Yusuf, sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan Millennium Development Goals adalah menurunnya angka kematian ibu dan anak. Pada 2015, angka kematian ibu dan anak diharapkan bisa mencapai 102/100 ribu angka kematian ibu dan 23/100 ribu angka kematian bayi.
Untuk mencapai target tersebut, kata dia, Jabar terus meningkatkan layanan kesehatan. Tahun ini, Pemprov Jabar menganggarkan dana untuk kesehatan cukup besar di APBD, yakni sebesar Rp 900 miliar. Sementara dari APBN, Pemprov Jabar memperoleh bantuan Rp 1 triliun. Jadi, total anggaran yang berputar untuk kesehatan sekitar Rp 2 triliun. Hampir sebagian besar dana tersebut kembali ke daerah kabupaten/kota.