REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penyediaan tempat khusus merokok tidak berperspektif pada anak.
“Ini jelas langkah mundur dan bertentangan dengan prinsip-prinsip kesehatan universal, serta menghambat kampanye hidup sehat yang sedang digalakkan pemerintah,” tutur Asrorun Niam Sholeh, Wakil Ketua KPAI melalui rilisnya, Rabu (18/4).
Menurutnya, putusan MK itu didasarkan pada logika hukum parsial yang sangat tidak pro-anak dan tidak pro-kesehatan untuk masyarakat umum. Lantaran dalam putusan itu tertulis, MK mengabulkan uji materi penjelasan pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan.
Awalnya, penjelasan pasal tersebut berbunyi “khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok". Kata 'dapat' dalam penjelasan pasal 115 ayat (1) UU No 36/2009 tentang Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Implikasinya, pengelola gedung wajib menyediakan khusus tempat merokok.
KPAI melihat, putusan yang mewajibkan pengelola gedung, kantor dan lainnya untuk menyediakan tempat merokok akan melahirkan "perlakuan istimewa" dan eksklusif bagi perokok.
Niam melihat kebijakan ini sudah pernah diterapkan pada 2008 dan hasilnya justru terjadi kampanye massal untuk merokok dengan adanya tempat-tempat khusus dan "mewah" bagi para perokok.
Situasi pascaputusan MK ini, jelasnya, akan mendorong persepsi publik, terutama anak-anak, bahwa merokok itu "terhormat", memperoleh tempat khusus, dan ekskusif, dan ini berbahaya bagi perjuangan perlindungan anak.
Selain itu, penyediaan tempat khusus juga mendorong anak-anak untuk menjadi perokok lebih dini akibat perlakuan eksklusif ini.